Melongok Kemampuan Leasing Penuhi Kewajiban Danai UMKM

7 hours ago 1

Jakarta -

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah menggodok regulasi yang mewajibkan Lembaga Keuangan non-Bank (LKNB) terlibat dalam penguatan Usaha, Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Aturan tersebut rencananya akan dikukuhkan dalam Peraturan OJK (POJK) UMKM yang saat ini masih dalam kajian OJK dan DPR.

Berdasarkan catatan detikcom, OJK sempat menyampaikan latar belakang digodoknya regulasi tersebut, salah satunya karena 99% pelaku usaha di Indonesia merupakan UMKM dengan kontribusi terhadap PDB sebesar 61%. Capaian ini lebih tinggi dibandingkan Singapura, Malaysia, dan Thailand. Selain itu, UMKM juga dinilai mampu menyerap tenaga kerja hingga 97%.

Namun begitu, kredit di sektor UMKM masih mengalami sejumlah kendala, salah satunya non-performing loan (NPL) atau risiko kredit macet di industri perbankan yang tercatat masih lebih tinggi dibanding sektor lain. Berdasarkan data OJK pada Februari 2025, NPL gross UMKM tercatat sebesar 4,15% di atas rata-rata industri perbankan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara pertumbuhan kredit UMKM tercatat sebesar 2,51% yoy dan sebesar 0,17% mtm dengan porsi sebesar 19,08% dari total kredit industri perbankan. OJK sendiri memandang penyaluran pembiayaan UMKM di industri perbankan memerlukan manajemen risiko dan prinsip kehati-hatian yang memadai. Namun, bagaimana risiko kredit bagi industri LKNB?

Berdasarkan data yang diterima detikcom dari sejumlah perusahaan LKNB, risiko kredit UMKM masih dalam kondisi yang terjaga. Beberapa leasing atau perusahaan pembiayaan tersebut di antaranya PT CIMB Niaga Auto Finance Tbk (CNAF) dan PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk (ADMF).

Pada kuartal I 2025, CNAF mencatat rasio Non-Performing Financing (NPF) atau risiko kredit macet masih jauh di bawah angka rata-rata industri, yakni 1,42% dari 2,96% per Januari 2025. CNAF menyalurkan pembiayaan untuk sektor produktif Rp 359,79 miliar atau tumbuh 30%, dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 275,80 miliar.

Presiden Direktur CNAF Ristiawan Suherman tak menampik tinggi risiko pada kredit UMKM. Sebagai langkah mitigasi, CNAF memperketat metode risk based pricing atau penentuan suku bunga yang ditetapkan berdasarkan tingkat risiko nasabah. Langkah ini diharapkan mampu menjaga kualitas kinerja perusahaan agar tetap sehat.

Ristiawan sendiri memandang kebijakan ini sebagai peluang, lantaran UMKM menjadi salah satu sektor produktif di tengah ketidakpastian ekonomi global. Dengan kebijakan tersebut, pasar domestik dapat dioptimalkan dan memberi peluang yang baik untuk pelaku UMKM untuk melebarkan usahanya.

"Pemerintah mewadahi dan memfasilitasi UMKM untuk dapat mengembangkan usaha mereka dan CNAF hadir sebagai salah satu financial solution yang dapat membantu sektor UMKM untuk mendapatkan penyaluran pembiayaan modal kerja atau pun investasi. Upaya tersebut sebagai salah satu bentuk penguatan ekonomi Indonesia," ujar Ristiawan kepada detikcom, Jumat (8/5/2025).

Sementara itu, PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk (ADMF) mencatat NPF perseroan masih tercatat stabil di level 2,3%. Angka tersebut juga masih berada di bawah rata-rata industri. ADMR tercatat menyalurkan pembiayaan baru di sektor UMKM sebesar Rp 1,3 triliun, atau sekitar 17% dari total portofolio perusahaan.

Chief of Financial Officer Adira Finance Sylvanus Gani M juga menyambut baik POJK UMKM. Pasalnya, aturan tersebut dapat mendorong industri LKNB menumbuhkan kredit untuk segmen UMKM. Di sisi lain, regulasi ini juga menjadi langkah untuk meningkatkan inklusi keuangan melalui UMKM yang dipandang sebagai pilar utama perekonomian Indonesia.

"Perusahaan melihat kebijakan ini sebagai peluang untuk memperluas portofolio pembiayaan. Namun juga menyadari adanya tantangan terkait profil risiko UMKM yang relatif lebih tinggi. Karena itu, Adira Finance berkomitmen untuk terus mendukung pembiayaan UMKM secara berkelanjutan dengan terus menerapkan manajemen risiko dengan prinsip kehati-hatian," terang Gani kepada detikcom.

Diberitakan sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan, dalam penyusunan POJK tersebut, pihaknya telah berkoordinasi dengan Kementerian UMKM. Ia mengatakan, LKNB mencakup perusahaan pembiayaan, modal ventura, lembaga keuangan mikro, perusahaan pergadaian, Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau fintech, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia, hingga perusahaan permodalan madani.

"RPOJK UMKM juga merupakan bentuk komitmen OJK untuk mendukung pengembangan dan pemberdayaan UMKM dalam rangka meningkatkan akses pembiayaan dari bank dan LKNB kepada UMKM," kata Dian dalam Raker bersama Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (28/4/2025).

Dian menjelaskan, OJK telah menyiapkan tahapan pembiayaan UMKM dalam RPOJK yang tengah disusunnya. Pertama, perencanaan penyaluran, di mana perbankan dan LKNB menyusun rencana pembiayaan UMKM serta target dan sektor tujuan.

Kedua, penerimaan permohonan kredit yang memuat penyederhanaan persyaratan penyaluran pembiayaan bagi UMKM. Ketiga analisa kelayakan, di mana perbankan dan LKNB menetapkan kriteria khusus dalam penilaian kelayakan penyaluran pembiayaan dan percepatan proses bisnis penyaluran pembiayaan UMKM.

Keempat, pemberian kredit yang memuat persetujuan, pencairan, dan pembayaran kredit. Dalam poin ini, perbankan dan LKBN juga diwajibkan melakukan monitoring ihwal penetapan bobot risiko yang lebih rendah dari kredit non-UMKM dan penetapan kualitas aset produktif. Kelima, penyelesaian yang memuat ketentuan penghapusan buku dan hapus tagih.

"Pada tahapan perencanaan penyaluran, bank dan LKNB diwajibkan untuk menyusun rencana pembiayaan kepada UMKM yang memuat antara lain target nominal dan rasio total pembiayaan kepada UMKM, serta sektor tujuan penyaluran pembiayaan," ungkapnya.

(rrd/rrd)

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |