Jakarta -
Precious One adalah contoh UMKM dengan pegawai seluruhnya disabilitas. Ada banyak tantangan demi memberikan kesempatan kerja yang setara untuk mereka.
detikFinance berkesempatan berkunjung ke workshop Precious One di Taman Meruya Ilir, Meruya Utara, Jakarta Barat. Rumah dua lantai yang didatangi, ramai dengan kegiatan menjahit dan membuat aneka produk kerajinan tangan yang kreatif. Total ada 18 karyawan disabilitas di sana.
Founder Precious One, Ratnawati Sutedjo mengatakan kreativitas menjadi kunci di Precious One. Mereka membuat aneka produk seperti baju, aksesoris, panjangan rumah, buku dan alat tulis, mainan dan lain-lain. Bahkan, mereka pun membuat alat peraga edukatif.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang sangat diminati dari kita itu cerita rakyat, bentuknya boneka jari, puppet finger. Isinya sepaket, ada Malin Kundang, Timun Mas," jelas Ratna sambil memperlihatkan inovasi produknya.
Precious One juga mengandalkan jualan online di Tokopedia, Shopee dan Blibli serta promosi di berbagai platform media sosial seperti Instagram @preciousone_catalogue, TikTok @prec1ous.one, YouTube Precious One dan WhatsApp. Ratna enggan mengungkap omzetnya perbulan, tapi menurutnya mereka bisa memutar uang untuk bisnis mereka.
"Kita juga ada program. Salah satunya menjadi konsultan buat perusahaan yang mau merekrut karyawan disabilitas, pendampingan UMKM se-Indonesia, terus ada training," kata Ratna.
Tantangan memperkerjakan disabilitas
Memperkerjakan pegawai disabilitas tentu tidak mudah. Ratna mengungkapkan ada banyak tantangannya. Yang paling utama adalah soal mindset atau pola pikir supaya mereka mau mengubah nasib.
"Tantangannya? Ubah mindset. Lelah banget. Terus mungkin lingkungannya juga, support systemnya juga nggak mendukung ya. Jadi kadang mengubah itu susah," kata Ratna.
Pola pikir yang ingin diubah ini adalah membangkitkan kemandirian dan jiwa kewirausahaan. Kalau mau membuat produk yang berkualitas, artinya harus siap menerima masukan dan kritikan. Selain itu juga ada soal komitmen dan tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan.
"Tiap bulan kita ada kumpul, kasih motivasi," kata Ratna.
Ada pegawai yang salah sangka ketika menerima kritikan konsumen, kritikan itu bukan artinya terkait dengan kondisi disabilitasnya melainkan masukan untuk memperbaiki kualitas produknya. Ada juga kondisi bahwa pekerja disabilitas itu juga bisa dikejar deadline produksi yang kadang melebihi jam kerja normal.
Berkomunikasi menjelaskan sebuah gaya produk juga tidak mudah terhadap pekerja disabilitas. Gambar menjadi alat bantu yang penting, namun itu menjadi tantangan yang lain untuk pekerja tuna netra yang harus merasakan material produk dengan tangannya.
"(Semangat juang-red) Kita benerin sih. Kita selalu bilang kita tuh mesti punya fokus yang benar," kata Ratna.
Kerja keras dan pembuktian diri, akhirnya mengantar Precious One bisa tembus untuk tampil di event akbar BRI UMKM EXPO(RT) 2025. Ratna bilang mereka selalu mencoba ikut dalam event-event besar karena itu adalah peluang untuk promosi.
"Kita daftar karena kita cari peluang. Terus dikurasi, kan nggak boleh sembarangan. Terus lolos makanya diajak expo," kata Ratna.
Supriyatna, seorang pegawai disabilitas dan Ratnawati, Founder Precious One (Foto: Fitraya Ramadhanny/detikcom)
Semangat disabilitas untuk mandiri
Salah satu pegawai disabilitas di Precious One adalah Supriyatna yang sudah bekerja sejak 2020. Dia memiliki disabilitas fisik pada tangannya, namun memiliki keterampilan menjahit.
Kepada detikFinance, pria asli Rangkasbitung ini mengatakan punya kemampuan menjahit berkat pelatihan disabilitas dari Dinas Sosial saat merantau di Solo. Kemudian dia lanjut merantau sebagai penjahit di Yogyakarta.
"Saya waktu itu di tempat teman, terus lihat di website ada lowongan kerja di Precious One. Di sini, saya membuat baju dan boneka-boneka," kata Ayat.
Ayat membandingkan, di tempat sebelumnya hanya dia yang disabilitas. Namun di Precious One, semua pegawainya disabilitas. Ayat pun berjumpa dengan aneka teman disabilitas yang berbeda-beda kondisinya
"Di sini ada teman-teman tuli. Senangnya karena ada kerja samanya, kayak keluarga saja. Kalau ultah dirayakan," kata dia tertawa.
Kerja di Precious One kata Ayat, lebih sibuk dari pada tempat jahit dia di Yogyakarta karena orderannya lebih banyak. Meskipun mereka disabilitas, Ayat bilang produk mereka bagus, lebih teliti dan lebih rapi.
"Pertama-tama mungkin sulit ya berhubungan (komunikasi-red) sama teman-teman. Awalnya bingung nggak ngerti kalau diajak ngobrol. Tapi sekarang sih alhamdulillah bisa ngobrol, jadi sudah kayak keluarga." kata Ayat.
Ayat berharap agar teman-teman disabilitas selalu punya semangat untuk bekerja dan selalu mengembangkan kemampuannya. Dia melihat masih banyak teman-teman disabilitas yang menarik diri dan menyendiri.
"Banyak yang menyendiri di rumah. Susah cari kerjaan, kadang-kadang minder. Jadi harus tetap semangat, kalau memang rezeki kita, kenapa kita tidak berusaha," kata Ayat.
Supriyatna, pegawai disabilitas saat sedang bekerja (Foto: Fitraya Ramadhanny/detikcom)
Tanggung jawab sosial
Keberadaan UMKM yang mempekerjakan pegawai disabilitas adalah sebuah hal yang positif. Hendri Saparini, ekonom dan Founder CoRE Indonesia dalam wawancara dengan detikFinance mengatakan diawali dari perusahaan besar, perusahaan kecil dan UMKM pun sudah semakin banyak memiliki pegawai disabilitas.
"Ini adalah kewajiban sosial untuk merekrut disabilitas. Banyak dari mereka bisa mengerjakan posisi tertentu. Misalnya ada kelemahan di kaki, dia tangannya kan bisa mengerjakan sesuatu," kata Hendri.
Di level UMKM menurut Hendri sudah ada pegawai-pegawai disabilitas yang berbasis kelompok yang dikoordinir mulai dari membuat kerajinan sampai makanan ringan. Hendri bilang, UMKM adalah kesempatan besar untuk memberikan lapangan kerja untuk lebih banyak orang terutama disabilitas.
"Tanggung jawab sosial itu juga peluang membuat bisnis mereka menjadi unik. Cafe yang 100% tuna wicara misalnya, nanti ada komunitas terbentuk dan ada bisnis tersendiri yang terbentuk," jelasnya.
Mengangkat derajat kelompok disabilitas menurut Hendri sebenarnya adalah tugas pemerintah. Oleh karena itu, Hendri mengatakan seharusnya pemerintah memberi perhatian positif terhadap UMKM yang membantu disabilitas.
"Nah yang penting apakah ada insentif untuk UMKM itu. Kan ini sebenarnya tugas pemerintah. Dengan UMKM ini membantu, pemerintah bisa juga memberikan insentif, jadi UMKM ini dapat insentif," pungkasnya.
(fay/hns)