Jakarta -
Pasar modal global terguncang imbas tarif impor tinggi yang diterapkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Pada Jumat (11/4/2025), bursa saham global dan harga minyak anjlok di tengah kekhawatiran China yang diprediksi akan kembali membalas dengan tarif yang lebih tinggi ke AS.
Dikutip dari Reuters, penangguhan tarif Trump selama 90 hari menyulut rontoknya pasar global seiring dengan timbulnya kecemasan para pemimpin global. Namun, Gedung Putih terus berupaya agar pasar global tetap tenang menghadapi kondisi tersebut.
Menteri Keuangan AS Scott Bessent pada rapat kabinet bersama Trump mengatakan, lebih dari 75 negara ingin memulai proses negosiasi perdagangan. Ia mengatakan, Trump juga berharap adanya kesepakatan perdagangan dengan China.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bessent juga menargetkan negosiasi dapat tercapai dalam 90 hari ke depan. Sehingga, pasar global kembali stabil dengan kepastian kebijakan dunia.
"Kita melalui antrean dan mencapai kesepakatan dengan negara-negara tersebut," kata Bessent dikutip dari Reuters, Jumat (11/4/2025).
Meski begitu, ketidakpastian yang terjadi saat ini memperpanjang masa fluktuasi pasar. Bahkan menjadi yang terburuk sejak awal pandemi COVID-19.
Sejalan dengan kondisi tersebut, indeks saham milik AS, S&P500 menutup perdagangan yang terkoreksi 3,5% lebih rendah pada hari Kamis.
Sementara Nasdaq turun 4,3% dan Dow Jones Industrial Average (DJIA), turun 2,5%. Pelemahan itu juga terjadi pada harga minyak yang turun lebih dari 3%.
Kepala Multi-Asset Global Janus Henderson Adam Hetts mengatakan, ketidakpastian berbahaya bagi pasar saham sebagaimana yang terjadi pada indeks S&P500 turun sekitar 15%. Hal ini membuat aksi jual bersih atau net sell mengalami perubahan yang tidak teratur.
"Ini telah berubah dari aksi jual yang tidak teratur menjadi aksi jual yang diharapkan kembali lebih teratur karena risiko resesi jauh, jauh lebih tinggi sekarang dibandingkan beberapa minggu yang lalu," kata Adam sebagaimana dikutip dari Reuters, Jumat (11/4/2025).
Sementara itu, AS dan Vietnam sepakat untuk memulai pembicaraan perdagangan formal setelah Bessent berbicara dengan Wakil Perdana Menteri Vietnam Ho Duc Phoc. Terkait hal tersebut, Trump juga membuka ruang untuk AS membuat kesepakatan dengan China.
"Saya yakin kita akan dapat bekerja sama dengan baik. Sesungguhnya, ia telah menjadi teman saya sejak lama, dan saya pikir kita akan mencapai sesuatu yang sangat baik bagi kedua negara," jelasnya.
Di tengah penangguhan tarif 90 hari kepada puluhan negara, Trump justru menaikkan tarif impor ke China hingga 145%. China pun tak tinggal diam dengan menerapkan tarif balasan 84%. China juga menolak ancaman dan pemerasan dari Washington dan berjanji akan menindaklanjutinya sampai tuntas jika AS bersikeras.
Juru bicara Kementerian Perdagangan He Yongqian mengatakan, pintu negosiasi China masih terbuka untuk dialog. Namun, ia menekankan negosiasi harus berdasarkan rasa saling menghormati.
Sementara itu, Goldman Sachs memperkirakan kemungkinan terjadinya resesi sebesar 45% imbas perang dagang dan penerapan tarif ke puluhan negara. Penghentian tarif AS juga tidak berlaku untuk bea masuk Kanada dan Meksiko, di mana tarif masih berlaku untuk fentanil sebesar 25%.
Uni Eropa juga mengatakan akan membalas tarif Trump seandainya negosiasi tidak berujung memuaskan. Uni Eropa sendiri akan menetapkan tarif balasan sekitar 21 miliar euro untuk barang impor AS Selasa depan.
Saat ini, Uni Eropa masih mempertimbangkan tarif mobil AS dan pungutan 10% yang lebih luas yang masih berlaku. Hal ini juga meningkatkan kehati-hatian beberapa bankir sentral eropa.
(hns/hns)