Jakarta -
Pemerintah mempercepat dekarbonisasi sektor industri sebagai upaya mendukung target Net Zero Emission pada tahun 2050. Target ini lebih cepat 10 tahun dari target awal pemerintah di tahun 2060.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan upaya ini menjadi krusial mengingat sektor industri menyumbang emisi yang signifikan dan terus meningkat seiring pertumbuhan ekonomi nasional. Menurutnya, dekarbonisasi juga membuka peluang besar bagi industri.
"Dekarbonisasi juga menawarkan peluang besar bagi industri, dengan membuka akses ke konsumen yang mendukung produk ramah lingkungan, serta memberikan peluang pasar baru melalui kebijakan pemerintah yang ketat terhadap emisi," ujar Agus dalam keterangan tertulis, Jumat (9/5/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, Agus menambahkan, prinsip berkelanjutan juga menjadi preferensi utama bagi investor, di mana sekitar 57% investor menunjukkan minat yang lebih besar terhadap investasi berkelanjutan.
Sebagai bagian dari Strategi Dekarbonisasi Industri, Kemenperin telah menetapkan berbagai langkah untuk mendukung transisi industri menuju ekonomi yang lebih hijau. Ini termasuk penyusunan Peta Jalan Dekarbonisasi, implementasi Mekanisme Perdagangan Karbon, serta Kebijakan Pengurangan Emisi yang dirancang untuk memastikan sektor industri dapat beradaptasi dengan target Net Zero Emission pada 2050.
Selain itu, Kemenperin juga fokus pada penerapan Ekonomi Sirkular, Carbon Capture and Utilization (CCU), dan pengembangan Standar Industri Hijau, yang mendorong efisiensi dan keberlanjutan dalam setiap proses produksi.
"Terdapat 9 sektor industri yang menjadi prioritas pengurangan emisi, yakni industri semen, ammonia, logam, pulp dan kertas, tekstil, kimia, keramik dan kaca, makanan dan minuman, serta transportasi," ujar Agus.
Kemenperin telah menerbitkan 149 Sertifikasi Standar Industri Hijau hingga Desember 2024, dengan 62 Standar Industri Hijau dan 46 Regulasi Standar Industri Hijau. Sertifikat tersebut meliputi pengelolaan bahan baku, efisiensi energi, pengelolaan air, serta pengurangan limbah.
Langkah ini bertujuan untuk mendorong perusahaan-perusahaan di Indonesia bertransformasi menjadi lebih ramah lingkungan dan efisien dalam penggunaan sumber daya. Penerapan standar ini telah membantu mengurangi dampak lingkungan dari aktivitas industri, yang juga berkontribusi terhadap pencapaian target pengurangan emisi yang ditetapkan.
Industri Hijau
Di samping itu, Kemenperin juga tengah memperkuat ekosistem industri hijau yang sudah ada, guna mendukung efisiensi sumber daya dan memastikan prinsip berkelanjutan melalui pengembangan GISCO (Green Industry Service Company).
GISCO ditargetkan menjadi jembatan antara industri dan penyedia pendanaan hijau (green financing provider) dengan proses agregasi pendanaan sesuai kebutuhan industri, agar perusahaan tidak terbebani biaya yang tinggi.
"GISCO nanti akan kami fasilitasi, di dalam GISCO nantinya akan bergabung para investor, termasuk yang berasal dari financial institution, yang akan mendanai program-program transformasi industri di Indonesia menuju industri yang lebih berkelanjutan," katanya.
Kemenperin juga turut mendorong pengembangan kawasan industri hijau menuju Smart-Eco Industrial Park, yang merupakan kawasan industri generasi keempat. Ini meliputi kawasan berbasis teknologi tinggi, padat karya, maupun hemat air. Penerapan Resource Efficiency and Cleaner Production (RECP) juga menjadi elemen penting dalam pengembangan Eco Industrial Park.
Hingga April 2025, telah terdapat enam kawasan industri yang menjadi pilot project Kawasan Industri Berwawasan Lingkungan, yaitu: Kawasan Industri Medan, Batamindo Industrial Park, Kawasan Industri Krakatau, MM2100 Industrial Town Bekasi, Karawang International Industrial City, dan Greenland International Industrial Center.
"Kami berharap, upaya ini akan membuahkan kolaborasi yang lebih kuat antara para pelaku industri, pemerintah, dan media massa untuk bersama-sama mewujudkan kontribusi positif terhadap pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan menjaga kelestarian bumi kita," ujar Agus.
(shc/hns)