Terungkap Alasan China Tak Gentar Kena Tarif Trump 125%

6 days ago 6

Jakarta -

Perang dagang antara Amerika Serikat (AS)-China hingga saat ini tak juga reda. Bahkan pada Rabu kemarin, Presiden AS Trump menaikkan tarif impor bagi China menjadi 125%. Kondisi ini dinilai dapat memangkas ekspor China ke AS lebih dari setengahnya dalam beberapa tahun mendatang.

Meski begitu, China diperkirakan tak akan mundur dari perang dagang tersebut. Direktur 21st Century China Center di Universitas California San Diego Victor Shih mengatakan China dapat bertahan dengan kondisi tersebut dibandingkan Amerika.

Shih mengatakan, karena para pemimpin Partai Komunis yang berkuasa di China tidak menghadapi tekanan langsung dari pemilih atau jajak pendapat. Sedangkan para Politisi AS bakal mendapatkan tekanan yang besar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kemudian, kondisi seperti saat ini juga pernah dialami China ketika mereka menutup perdagangan pada masa COVID-19. Meskipun hal ini menyebabkan banyaknya pengangguran di China.

"Selama Covid, mereka menutup perekonomian, menyebabkan penderitaan dan pengangguran besar dan tidak masalah," katanya dikutip dari CCN business, Kamis (10/4/2025).

Shih mengatakan, dalam beberapa minggu terakhir, Beijing juga telah berbicara dengan negara-negara dari Eropa hingga Asia Tenggara dalam upaya memperluas kerja sama perdagangan. Hal ini mengungguli AS dengan memenangkan hati sekutu dan mitra Amerika yang lelah dengan perang dagang yang tak kunjung usai.

"Pemerintah Tiongkok telah mempersiapkan diri untuk hari ini selama enam tahun," katanya.

Sementara itu, dalam pernyataan Edtitorial People's Daily, yang merupakan surat kabar dari Komite Sentral Partai Komunis Tiongkok optimis China bisa menghadapi badai ini. Hal ini lantaran perang dagang dengan AS sudah berlangsung selama 8 tahun dan telah menyiapkan berbagai strategi.

"Sebagai respons terhadap tarif AS, kami siap dan memiliki strategi. Kami telah terlibat dalam perang dagang dengan AS selama delapan tahun, dan telah mengumpulkan pengalaman yang kaya dalam perjuangan ini," demikian pernyataan dalam editorial pada Senin lalu.

Adapun berdasarkan para ahli, Tiongkok berada dalam posisi yang jauh lebih baik untuk menghadapi konflik dagang yang lebih luas, dibandingkan dengan tahun 2018. Tiongkok telah memperluas hubungan dagangnya dengan seluruh dunia, mengurangi porsi ekspor ke AS dari sekitar seperlima dari totalnya menjadi kurang dari 15%.

Para produsen Tiongkok juga telah membangun operasi besar-besaran di negara ketiga seperti Vietnam dan Kamboja, sebagian untuk memanfaatkan tarif AS yang lebih rendah.

Tiongkok juga telah memperkuat rantai pasokan untuk mineral penting seperti rare earth, meningkatkan teknologi manufakturnya dengan AI dan robot humanoid, serta meningkatkan kapabilitas teknologi canggihnya, termasuk semikonduktor.

Sejak tahun lalu, pemerintah juga telah bekerja dengan berbagai tingkat keberhasilan untuk mengatasi masalah seperti lemahnya konsumsi dan tingginya utang pemerintah daerah.

(rrd/rrd)

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |