Jakarta -
Kebijakan yang dikeluarkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dinilai tidak berdasarkan teori ekonomi, melainkan atas kepentingan politik semata. Hal ini katakan oleh Guru Besar Ilmu Ekonomi dan Rektor Universitas Paramadina Didik J Rachbini.
"Sejatinya, 80% atau lebih dari kebijakan ekonomi adalah politik. Sebaliknya, dua pertiga atau lebih dari kebijakan politik adalah ekonomi. Sekarang dalam situasi terguncang-guncang dan gonjang ganjing karena ulah satu orang yang berkuasa (langkah politik) yang berlaku bukan lagi teori ekonomi tetapi politik," kata dia dalam keterangannya, Kamis (10/4/2025).
Dia menyarankan agar respon dari Indonesia atas kebijakan yang dilayangkan Trump berasas teori politik. Didik menjelaskan, saat ini tatanan ekonomi dan perdagangan dunia yang didasarkan pada asas dan hukum ekonomi tak lagi berlaku bagi Donald Trump.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sisi lain, Didik mengatakan Indonesia harus menyadari bahwa akan ada deretan dampak dari tarif Trump. Apalagi, ekspor Indonesia ke Amerika Serikat sekitar 11-13% dari total ekspor ke seluruh dunia.
"Bagian ini yang akan terkena dampak langsung. Andaikan ke depan ekspor ke AS ini terkena dampak penurunan sekitar 30%, maka dampaknya terhadap total ekspor Indonesia sekitar 3-4%," terangnya.
Dia pun menyarankan agar pemerintah segera mencari pasar baru untuk menggantikan penurunan ekspor tersebut. Tak hanya itu, pemerintah juga disarankan membentuk konsolidasi dengan sejumlah negara untuk merespon kebijakan dari Trump.
Sejumlah negara yang disarankan yakni, negara-negara ASEAN, Asia Timur (Jepang, Korea Selatan, Taiwan), India, Amerika Latin (Brazil, Meksiko).
"Diplomasi politik ke kawasan-kawasan Asean, Asia Timur, India, Amerika latin adalah peluang baru dalam era baru ketika AS sudah kalah bersaing dengan China. Kepanikan Trump hanyalah krisis transisi sejarah dimana kekuatan ekonomi yang bergeser dari Atlantik ke Pasifik," terangnya.
Meskipun demikian, pemerintah diminta harus menata kebijakan ekonomi dengan menjaga ketenangan makro ekonomi, menjaga tingkat inflasi agar kesejahteraan rakyat tidak tergerus, nilai tukar agar tidak merosot.
"Rencana industrialisasi dan hilirisasi tetap dijalankan sesuai rencana untuk memperkuat ekonomi dalam negeri," ujar dia.
(ada/kil)