Industri Rokok Berharap Cukai Tak Naik, Minta Waktu Pemulihan

9 hours ago 3

Jakarta -

Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) secara prinsip mendukung langkah pemerintah dalam merumuskan Peta Jalan (Roadmap) kebijakan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) dan Harga Jual Eceran (HJE) rokok untuk periode 2026-2029. Namun, GAPPRI menyampaikan beberapa masukan agar kebijakan tersebut tidak berdampak negatif terhadap keberlangsungan industri.

Ketua Umum GAPPRI, Henry Najoan, mengatakan agar roadmap tersebut dapat berjalan efektif dan menciptakan iklim usaha yang sehat, perlu diberikan ruang pemulihan bagi industri hasil tembakau (IHT), khususnya dari tekanan produk rokok murah yang tidak jelas asal usul dan produsennya.

"Selama periode 2026 sampai 2029, kami mengusulkan agar tarif CHT dan HJE tidak dinaikkan. Setelah itu, pada 2029, kenaikan dapat dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi pertumbuhan ekonomi atau inflasi," ujar Henry, di Jakarta, Jumat (9/5/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

GAPPRI juga menekankan pentingnya keterlibatan para pemangku kepentingan dalam proses perumusan kebijakan ini. Hal itu bertujuan menjaga keseimbangan antara aspek kesehatan, perlindungan tenaga kerja di sektor IHT, petani tembakau dan cengkeh, serta penerimaan negara.
"Kami berharap hasil penyusunan roadmap ini menjadi solusi bagi penerimaan negara, keberlanjutan lapangan pekerjaan, dan keamanan investasi di sektor hasil tembakau," imbuh Henry.

Dalam rapat kerja bersama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun turut menyampaikan pentingnya penyesuaian kebijakan cukai secara moderat. Ia menilai, tarif cukai yang terlalu tinggi bisa berdampak pada kontraksi produksi dan menghambat optimalisasi penerimaan negara.

Ia mencontohkan salah satu perusahaan besar, PT Gudang Garam Tbk, yang mengalami penurunan produksi pada segmen Sigaret Kretek Mesin (SKM I) meski permintaan pasar tetap tinggi.

"Produksinya menurun drastis, tapi di pasar tembakau habis. Ini harus ditelusuri, apakah terjadi peningkatan impor tembakau? Kalau benar, ini harus jadi perhatian," ujar Misbakhun dalam rapat di DPR, Rabu (7/5/2025).

Ia menambahkan, jika tren serupa juga dialami oleh pabrik lain, maka sistem tarif cukai yang saat ini cenderung menggunakan pendekatan tunggal perlu ditinjau ulang. Menurutnya, pendekatan ini bisa menjadi beban berlebih baik dari sisi produksi maupun penerimaan negara.
"Kalau benar ini dialami oleh banyak perusahaan, maka kita harus pikirkan exit strategy dan mengkaji ulang sistem tarif yang ada," tutup politisi Partai Golkar itu.

(rrd/rrd)

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |