Harga minyak mentah naik pada Senin (9/12/2024) setelah China mengumumkan rencana melonggarkan kebijakan moneter di tengah tantangan ekonomi.
Harga Minyak Menguat Didukung Kebijakan Moneter China dan Risiko Geopolitik Suriah. (Foto: Freepik)
IDXChannel - Harga minyak mentah naik pada Senin (9/12/2024) setelah China mengumumkan rencana melonggarkan kebijakan moneter di tengah tantangan ekonomi.
Di sisi lain, kejatuhan mendadak rezim Assad di Suriah menambah risiko geopolitik.
Data pasar menunjukkan, kontrak berjangka (futures) minyak Brent naik 1,43 persen ke USD72,14 per barel, sedangkan futures WTI tumbuh 1,74 persen ke USD68,37 per barel.
Menurut laporan The New York Times, Politbiro China pada Senin menyatakan akan mengadopsi kebijakan moneter yang "moderat longgar" untuk pertama kalinya dalam 14 tahun, menggantikan sikap "prudent" yang dipegang sejak Desember 2010.
Langkah ini diperkirakan menurunkan suku bunga di negara pengimpor minyak terbesar dunia, meskipun pertumbuhan permintaan minyak tertahan akibat perlambatan ekonomi.
China juga melaporkan deflasi harga pada November, dengan indeks harga konsumen turun 0,6 persen dan harga produsen merosot 2,5 persen secara tahunan. Data ini dirilis menjelang konferensi ekonomi besar yang diselenggarakan Partai Komunis.
"Meski kami tetap bearish terhadap China sepanjang tahun ini, ada peluang kejutan positif yang lebih besar pada 2025 dibanding konsensus," ujar Ahli Strategi Minyak Global di RBC Capital Markets, Brian Leisen.
"Dari perspektif permintaan minyak, kami tidak melihat ada penurunan lebih lanjut pada permintaan domestik China. Pertumbuhan permintaan di bawah 200 ribu barel per hari pada 2024 tampaknya menjadi target yang bisa dicapai meski di tengah tantangan ekonomi."
Kejatuhan cepat rezim Bashar al-Assad di Suriah menambah risiko politik di Timur Tengah.
Pasukan pemberontak dengan cepat merebut Damaskus hanya beberapa hari setelah menguasai Aleppo. Assad melarikan diri ke Moskow, di mana ia mendapat suaka dari Vladimir Putin.
"Sementara pengaruh Suriah terhadap harga minyak tidak sekuat Libya saat mengalami kejatuhan serupa, pentingnya Suriah lebih bersifat geografis daripada sumber daya alam," kata PVM Oil Associates.
"Perbatasan Suriah bersinggungan dengan Turki, Irak, Yordania, Israel, dan Lebanon, dengan Yordania menjadi satu-satunya negara yang tidak dalam konflik internal maupun eksternal saat ini."
Konsultan energi Ritterbusch menambahkan, kenaikan harga minyak akibat risiko geopolitik ini kemungkinan hanya sementara.
"Menghubungkan ketegangan Timur Tengah dengan gangguan pasokan minyak semakin sulit dilakukan, dan keseimbangan minyak yang bearish pada akhirnya akan menekan harga lebih rendah."
Di sisi lain, kata Ritterbusch, indikasi bahwa China akan melonggarkan kebijakan moneter juga turut mendukung penguatan harga minyak. (Aldo Fernando)