Kekhawatiran mengenai surplus pasokan pada 2025 membayangi keputusan OPEC+ untuk menunda rencana peningkatan produksi.
Proyeksi Harga Minyak Dunia Pekan Ini, Masih akan Sideways? (Foto: Freepik)
IDXChannel – Harga minyak mentah dunia terkoreksi pekan lalu. Kekhawatiran mengenai surplus pasokan pada 2025 membayangi keputusan OPEC+ untuk menunda rencana peningkatan produksi serta memperpanjang pemotongan produksi hingga akhir 2026.
Sementara, harga minyak bergerak variatif pada perdagangan awal Asia hari Senin. Kekhawatiran atas lemahnya permintaan dari China diimbangi oleh meningkatnya ketegangan di Timur Tengah setelah pemberontak menggulingkan Presiden Suriah, Bashar al-Assad.
Pemberontak Suriah mengumumkan melalui televisi pemerintah pada Minggu bahwa mereka telah berhasil menggulingkan Bashar al-Assad, mengakhiri dinasti keluarga yang telah berkuasa selama 50 tahun.
Serangan cepat ini memicu kekhawatiran akan gelombang baru ketidakstabilan di Timur Tengah, yang telah lama dilanda konflik.
Kontrak berjangka (futures) minyak Brent turun 1 sen menjadi USD71,11 per barel pada Senin pagi, sementara West Texas Intermediate (WTI) naik 1 sen menjadi USD67,21 per barel.
Pekan lalu, Brent mencatat penurunan lebih dari 2,5 persen, sedangkan WTI melemah 1,2 persen.
Secara teknikal, dalam grafik harian, Brent masih dalam tren sideways, dengan support terdekar berada di 70,63-70. Sementara, level resistance futures Brent berada di 72-73,42.
Sedangkan, WTI berada di area support 67,36 dan 66,22, dengan resistance di 66,5-67,6.
Analis memperkirakan surplus pasokan pada 2025, didorong oleh lemahnya permintaan, meskipun OPEC+ telah memutuskan menunda kenaikan produksi dan memperpanjang pemotongan produksi hingga akhir 2026.
OPEC+, yang menguasai sekitar separuh produksi minyak global, memutuskan untuk memperpanjang pemotongan produksi yang ada dan menunda pembalikan pemotongan ini hingga April 2025.
Langkah ini dilakukan di tengah melemahnya permintaan global, khususnya dari China, serta meningkatnya pasokan dari negara-negara non-OPEC+, yang terus menunda rencana kelompok tersebut.
Para analis pasar telah mengurangi proyeksi surplus pasokan, tetapi tetap memperkirakan pasar akan kelebihan pasokan tahun depan.
Pada Kamis, OPEC+ memutuskan untuk menunda rencana pengembalian produksi sebesar 2,2 juta barel per hari dari Januari menjadi April 2025.
Selain itu, kelompok ini akan memperlambat penambahan produksi bulanan menjadi 120.000 barel per hari selama 18 bulan, dibandingkan 180.000 barel per hari selama 12 bulan.
Uni Emirat Arab juga diperbolehkan meningkatkan kuota produksi sebesar 300.000 barel per hari mulai April.
Meskipun demikian, peningkatan pasokan ini terjadi saat pasar diproyeksikan beralih dari defisit menjadi surplus pada kuartal kedua 2025, didorong lemahnya permintaan dari China dan pasokan baru dari Amerika Serikat, Kanada, dan Amerika Selatan.
Keputusan ini dipandang sebagai upaya OPEC+ untuk menjaga harga komoditas agar tidak jatuh drastis tahun depan, sekaligus menghindari perang pangsa pasar yang sebelumnya pernah menyebabkan anjloknya harga.
Helima Croft, Kepala Strategi Komoditas Global dan Penelitian MENA di RBC Capital Markets, “mengatakan bahwa kepemimpinan OPEC+ terus menunjukkan komitmen pada prinsip lebih baik bersama-sama."
Namun, ia mengingatkan bahwa perang sebelumnya dengan produsen shale oil tidak berlangsung singkat dan berdampak besar pada keuangan publik serta persediaan minyak.
Analis Tudor, Pickering, Holt, & Co, Matt Portillo, menambahkan, meskipun OPEC+ masih berupaya mengelola pasar, keputusan terbaru ini menunjukkan keterbatasan opsi kelompok tersebut dalam menghadapi dinamika pasar global.
HSBC kini memproyeksikan surplus pasokan sebesar 0,2 juta barel per hari pada 2025, turun dari perkiraan sebelumnya sebesar 0,5 juta barel per hari.
Sementara itu, Bank of America memprediksi harga Brent rata-rata akan turun menjadi USD65 per barel pada 2025, meskipun permintaan minyak diperkirakan tumbuh 1 juta barel per hari tahun depan. (Aldo Fernando)