Sektor tambang logam berpotensi menghadapi tantangan baru di 2025 di tengah ancaman kelebihan pasokan dan lesunya permintaan.
Mengintip Prospek Sektor Tambang Logam di 2025. (Foto:
IDXChannel - Sektor tambang logam berpotensi menghadapi tantangan baru di 2025 di tengah ancaman kelebihan pasokan dan lesunya permintaan.
BRI Danareksa Sekuritas, dalam riset terbaru yang dirilis 3 Desember 2024, menurunkan peringkat sektor tambang logam menjadi neutral dari sebelumnya overweight.
Penurunan ini didasarkan pada proyeksi harga nikel dan timah yang cenderung stagnan sepanjang 2025. Faktor utama adalah pasokan yang meningkat lebih cepat dibandingkan permintaan, terutama dari China.
Pasokan Bijih Nikel Stabil
Produksi bijih nikel di Indonesia diperkirakan meningkat pada 2025 seiring dengan penyesuaian kuota produksi yang kembali normal.
Namun, kata analis BRI Danareksa, risiko tetap ada akibat penurunan kuota yang disetujui dan aplikasi tambang yang belum beroperasi.
Harga bijih saprolit diproyeksi berada di kisaran USD28-32 per ton metrik basah (wmt), sementara premi diperkirakan stabil di bawah USD10 per wmt. Secara keseluruhan, produksi bijih nikel dari emiten yang dicakup diperkirakan tumbuh 28 persen secara tahunan, mendukung ekspansi margin.
Produksi Baja Tahan Karat Dorong Permintaan NPI
Menurut Wood Mackenzie, produksi baja tahan karat global akan tumbuh 5,5–6,0 persen pada 2025-2026, yang berimbas pada peningkatan konsumsi nikel primer sebesar 7,6 persen.
Kendati demikian, tambahan kapasitas Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) yang terbatas serta penutupan smelter eks-Indonesia diperkirakan mengurangi kelebihan pasokan produk kelas-2, Harga Nickel Pig Iron (NPI) diperkirakan tetap stabil di level USD12.000 per ton.
Harga Nikel LME Tertekan Akibat Kelebihan Pasokan
Inventori nikel di London Metal Exchange (LME) dan Shanghai Futures Exchange (SHFE) melonjak 134 persen sepanjang 2024.
Hal ini menunjukkan permintaan yang lesu, kata analis BRI Danareksa, seiring produsen nikel sulfat di China mengonversi produk berlebih menjadi nikel metal.
Di sisi lain, pertumbuhan penjualan kendaraan listrik global diproyeksi melambat menjadi 16 persen pada 2025, jauh di bawah rata-rata lima tahun terakhir sebesar 53 persen. Dengan kondisi ini, harga nikel LME diperkirakan tetap tertekan di level USD16.500 per ton.
TINS Jadi Pilihan Utama
Di tengah tantangan sektor tambang logam, PT Timah Tbk (TINS) diposisikan sebagai pilihan utama oleh BRI Danareksa Sekuritas, diikuti oleh PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL), PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA), PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA), dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO).
Meski harga stagnan, pendapatan dan laba bersih emiten terkait yang diulas BRI Danareksa diproyeksi tumbuh masing-masing 6,7 persen dan 54,8 persen secara tahunan pada 2025, didukung oleh basis laba rendah (low base) pada 2024. (Aldo Fernando)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.