Badan Pemeriksa Keuangan untuk pertama kalinya ambil bagian dalam KTT Perubahan Iklim PBB atau Conference of the Parties ke-29 (COP29) di Baku, Azerbaijan.
Anggota VI BPK Fathan Subchi (kedua dari kanan) dalam sesi diskusi Paviliun Indonesia COP29 di Baku, Azerbaijan, pekan lalu. (Foto: Istimewa)
IDXChannel – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk pertama kalinya ambil bagian dalam pelaksanaan KTT Perubahan Iklim PBB atau Conference of the Parties ke-29 (COP29) yang diadakan di Baku, Azerbaijan pada 11-24 November 2024. Partisipasi itu menandai peran strategis BPK dalam mendorong efektivitas pendanaan perubahan iklim, baik di tingkat nasional maupun global.
Dalam sesi diskusi di Paviliun Indonesia, Anggota VI BPK Fathan Subchi mengungkapkan langkah nyata Indonesia dalam melakukan transformasi fiskal ke arah keberlanjutan. Salah satunya adalah kebijakan dana alokasi umum (DAU) yang memungkinkan transfer dana dari pusat ke daerah berdasarkan indikator tutupan hutan, memberikan insentif bagi daerah untuk melindungi kawasan hutan dan ekosistemnya.
Fathan menjelaskan, untuk mendukung upaya iklim di tingkat subnasional, pemerintah daerah (pemda) telah didukung dengan keberadaan UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). Pada 2023, kebijakan itu berhasil mendistribusikan dana sekitar USD1 miliar (sekitar Rp15 triliun). Sebagai perbandingan, total pendanaan global REDD+ sebesar USD3 miliar sejak awal program tersebut.
"UU itu menjadikan tutupan hutan sebagai indikator yang membuat pemerintah provinsi dan kabupaten kota mendapatkan kesempatan menerima pendanaan berdasarkan luas tutupan hutannya bersama dengan indikator penting lainnya," ujar Fathan.
Fathan juga menggarisbawahi tantangan utama dalam pendanaan iklim, yakni memastikan tata kelola yang efektif. Dia juga menjelaskan peran BPK dalam memastikan tata kelola pendanaan perubahan iklim yang transparan, akuntabel, sekaligus berkontribusi pada upaya global melawan krisis iklim.
"Indonesia memiliki kerangka hukum yang kuat untuk mengelola pendanaan iklim. Ini memastikan negara maju tidak perlu ragu akan efektivitas penggunaan dana yang diberikan," kata Fathan.