Jakarta -
Chief Operating Officer (COO) Danantara sekaligus Wakil Menteri BUMN Dony Oskaria bicara citra negatif perusahaan pelat merah di mata masyarakat. Masyarakat cenderung mengingat kondisi BUMN dari sisi korupsinya hingga utang kepada vendor.
Dony mengatakan, dulu perusahaan pelat merah tidak terkonsolidasi dalam satu perusahaan, sehingga ada tantangan dari sisi pengawasan dan tata kelolanya. Menurutnya, kondisi ini yang menyulitkan pemerintah.
"Ini yang menyulitkan kita, sehingga kalau kita yang diingat orang mengenai BUMN itu selalu korupsi. Kemudian tidak bayar vendor, juga gaji tidak dibayar. Kemudian PHK karyawan. Selalu hal yang negatif," kata Dony dalam acara Outlook Ekonomi DPR, di Menara Bank Mega, Jakarta Selatan, Selasa (20/5/2025). Outlook Ekonomi DPR dipersembahkan oleh Komisi XI DPR RI bersama detikcom dan didukung oleh LPS (Lembaga Penjamin Simpanan), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, BTN, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, PT PLN (Persero), dan Telkom Indonesia, Elevating Your Future.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal, Dony mengatakan, BUMN berkontribusi hampir 25% terhadap APBN. Sayangnya, informasi tersebut tidak terkomunikasikan dengan baik kepada publik. Selain itu, setiap tahunnya BUMN berkontribusi hampir Rp 500 triliun kepada negara dalam bentuk pajak, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), maupun dividen.
"Tetapi ini hilang karena ada noise daripada hal-hal kecil yang sebetulnya kalau kita bayangkan dari total kontribusi yang diberikan oleh BUMN. Kenapa hal ini terjadi? Karena memang selama ini BUMN itu bukan milik kementerian BUMN. BUMN adalah milik Kementerian Keuangan," ujar Dony.
Dony mengatakan, Kementerian BUMN hanya punya hak kelola melalui Peraturan Pemerintah (PP), sehingga tidak bisa ikut campur terlalu dalam. Ia mencontohkan, misalnya keuntungan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk mencapai Rp 60 triliun, dana tersebut tidak bisa dipakai untuk melakukan pembayaran utang vendor PT Istaka Karya (Persero) meski hanya Rp 200 miliar.
Kondisi ini memicu terbentuknya wadah baru, hingga akhirnya masing-masing BUMN membangun konglomerasi sendiri. Dony mencontohkan PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk atau Telkom yang diperkirakan memiliki 200 anak perusahaan.
Atas kondisi tersebut, Kementerian BUMN memangkas jumlah perusahaan pelat merah dan ditargetkan selesai 1-2 tahun.
"Bisnis konsolidasi ini kita harapkan akan selesai dalam 1-2 tahun ke depan. Akan terjadi lebih dari 350 merger dan akuisisi yang akan kita lakukan, sehingga nanti kita akan punya perusahaan yang skalanya menjadi besar," kata dia.
(shc/ara)