Dewas BPJS Ketenagakerjaan Prediksi Korban PHK 2025 Tembus 280 Ribu Orang

8 hours ago 2

Jakarta -

Dewan Pengawas (Dewas) BPJS Ketenagakerjaan menyebut, jumlah pegawai yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepanjang 2025 diprediksi tembus 280.000. Hal ini seiring dengan kenaikan angka PHK dalam beberapa waktu terakhir.

Ketua Dewas BPJS Ketenagakerjaan, Muhammad Zuhri mengatakan data Kementerian Ketenagakerjaan mencatatkan sepanjang 2024 ada 77,96 ribu korban PHK. Sedangkan hingga April 2025, ada sekitar 24,36 ribu pegawai yang terdampak PHK.

"Lalu, prediksi dan potensi korban PHK yang akan terjadi untuk tahun 2025 diprediksi itu ada sekitar 280 ribu korban PHK. Ini baru prediksi," kata Zuhri dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi IX DPR RI di Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (20/5/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Atas dasar fenomena dan angka-angka yang tersebut, maka Dewan Pengawas telah berkoordinasi dengan direksi BPJS Ketenagakerjaan untuk mengkaji dampak terhadap strategi peningkatan kepesertaan.

Secara keseluruhan, pada 2024 terjadi beberapa kasus PHK besar. Kasus tersebut mulai dari grup usaha PT Sri Rejeki Isman (Sritex) hingga PT Danbi International.

Total jumlah kasus klaim mencapai 9.893 orang, dengan nilai klaim mencapai Rp 223,9 miliar untuk Stritex Group. Sedangkan untuk Danbi, jumlah kasus klaimnya 2.077 orang, dengan nilai Rp 44 miliar.

Berkaca pada kasus-kasus tersebut, Dewas telah memberikan sejumlah masukan kepada Direksi, antara lain terkait dengan layanan on the spot atau jemput bola, optimalisasi layanan digital, koordinasi pihak terkait, sosialisasi, hingga edukasi. Pembelajaran ini bisa dijadikan model bila kasus serupa terjadi di tahun 2025.

Sementara itu, dari hasil evaluasi dan pengawas terhadap kondisi setelah PHK, ada beberapa temuan terkait aspek hak pekerja. Hal ini terkait dengan isu kepailitan dan hak pekerja, penanganan waktu klaim Jaminan Hari Tua (JHT) dan data wilayah terdampak.

"Isu kepailitan dan hak pekerja ini tentu menjadi temuan kami di lapangan, bahwa pekerja mengundurkan diri karena kondisi ketidakpastian status pailit, sehingga tidak mendapatkan hak pesangon," kata dia.

Yang kedua, lanjut Zuhri, penangguhan klaim JHT. Dalam hal ini, para karyawan dirumahkan tidak mendapatkan gaji namun tetap terdaftar sebagai peserta aktif sehingga terkendala pada klaim JHT.

(shc/ara)

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |