Jakarta -
PT Pertamina International Shipping (PIS) menegaskan kesiapannya dalam menghadapi ketidakpastian global imbas kebijakan tarif tinggi Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kepada puluhan negara dunia. Diketahui, Indonesia sendiri dikenakan tarif sebesar 32% oleh Negeri Paman Sam tersebut.
Direktur Perencanaan Bisnis PIS Eka Suhendra menilai, ketidakpastian global imbas kebijakan Trump hanya bersifat temporer atau sementara. Kendati berdampak pada biaya pengiriman, ia menilai dampak kebijakan tersebut takkan pengaruhi pertumbuhan PIS.
"Jadi, mungkin seperti yang Anda lihat, 3-4 tahun terakhir ini PIS mulai membuka bisnis lain di luar Indonesia agar kemampuan kami untuk memastikan ketahanan energi di Indonesia semakin hari semakin kuat," kata Eka dalam acara Media Briefing Indonesia Maritime Week 2025 di Kaum Restoran, Jakarta, Rabu (30/4/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat ini, Eka mengatakan PIS memiliki 62 rute internasional. Selain itu, PIS juga telah melakukan ekspansi dengan membangun kantor cabang di luar negeri, yakni Singapura, Dubai, hingga London yang tengah berproses.
"Semoga kita akan memiliki kapal lain di bagian lain dunia. Jadi, kami dapat mencakup seluruh dunia pasokan dan permintaan kapal secara global," ungkapnya.
Ke depan, Eka menyebut PIS tidak hanya fokus pada pengelolaan terminal serta pengangkutan LPG dan Bahan Bakar Minyak (BBM), melainkan juga menjangkau bisnis kargo yang mengangkut beberapa komoditas baru seperti dry bulk, amonia, petrokimia, hingga CO2.
"Kami telah membuat beberapa kolaborasi di negara Barat dan Timur, untuk memastikan bahwa ketika saatnya tiba (memperluas bisnis), perusahaan kami akan siap untuk bisnis baru ini," tegasnya.
Eka menambahkan, meningkatnya tensi geopolitik sebelumnya telah dihadapi PIS, seperti yang terjadi antara Ukraina dan Rusia. Kala itu, PIS terpaksa meningkatkan biaya operasional pengirimannya untuk rute luar negeri.
Di sisi biaya impor, Eka juga tak menampik ketegangan global berdampak pada ongkos pengiriman. Adapun saat ini, diketahui Indonesia masih menjadi importir minyak mentah dari AS dan beberapa negara Arab.
Namun, Eka optimis hal tersebut dapat dimitigasi dengan baik. Ia pun menilai, ketidakpastian global hanya bersifat sementara.
"Kami telah menghadapi tantangan ini beberapa tahun yang lalu. Dan kami percaya bahwa untuk membuat perusahaan yang kuat dalam pelayaran, kita perlu memaksimalkan pasar itu sendiri. Jadi, kami percaya bahwa tingkat biaya yang saat ini tidak terbayarkan bagi kami, ini hanya musiman," pungkasnya.
(kil/kil)