Peringatan Dini soal Kondisi Ekonomi RI

5 hours ago 2

Foto Bisnis

Detikcom - detikFinance

Kamis, 08 Mei 2025 15:00 WIB

Jakarta - Pertumbuhan ekonomi RI turun jadi 4,87% di Q1 2025. INDEF beri 8 catatan kritis dan desak pemerintah perkuat respons kebijakan ekonomi.

Sejumlah warga berbelanja di kawasan Blok F Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, Sabtu (15/3/2025). Menjelang 2 minggu Idul Fitri, Pasar Tanah Abang kembali mulai ramai.

Pertama, Indonesia rentan terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi global. International Monetary Fund (IMF) mencatat perlambatan ekonomi global ke 2,8% dari perkiraan sebelumnya sebesar 3,3% untuk tahun 2025 yang menandai fase stagnasi dunia usai dilanda krisis. Andhika Prasetia/detikcom

Para pedagang melayani pembeli di pasar sembako di Petamburan, Tanah Abang, Jakarta, Jumat (7/3/2025). Menurut para pedagang harga sembako relatif stabil. Cabe rawit lokal Rp 50 ribu/kg, telor Rp 30 ribu/kg, kentang Rp 20 ribu/kg, bawang merah Rp 60 ribu/kg, bawang putih Rp 50 ribu/kg dan jengkol Rp 35 ribu/kg.

Kedua, Waspadai 'dual shocks' yang menggerus neraca perdagangan akibat volatilitas harga komoditas. INDEF menilai, implikasi volatilitas harga komoditas menciptakan risiko ekonomi domestik dual shocks' bagi Indonesia. Ari Saputra/detikcom

Presiden Prabowo pimpin sidang kabinet di Istana

Ketiga, realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I 2025 berada di bawah ancaman stagnasi ekonomi. Pertumbuhan ekonomi 4,87% yoy menjadi alarm keras 'early warning', di mana narasi optimisme pemerintah tidak lagi berakar pada realitas. INDEF menegaskan, pelemahan tidak hanya terjadi akibat akibat dinamika global, tetapi lebih pada terjadinya kegagalan domestik melakukan transformasi struktural. Eva/detikcom

Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi menghadiri Sidang Kabinet Paripurna. Sebelumnya, Hasan telah menyatakan mundur dari jabatan Kepala PCO. (Eva S/detikcom)

Keempat, pertumbuhan ekonomi kuartal I 2025 dari sisi permintaan investasi dan konsumsi mengalami kolaps, di mana belanja pemerintah malfungsi. INDEF menyebut, investasi yang stagnan dan konsumsi rumah tangga yang melemah mencerminkan daya dorong utama pertumbuhan lumpuh. Ironisnya, konsumsi pemerintah yang seharusnya menjadi jangkar pertumbuhan justru dikontraksi oleh efisiensi anggaran sebesar Rp 300 triliun. Eva S/detikcom

Sejumlah warga berbelanja di kawasan Blok F Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, Sabtu (15/3/2025). Menjelang 2 minggu Idul Fitri, Pasar Tanah Abang kembali mulai ramai.

Kelima, pertumbuhan ekonomi kuartal I 2025 (yoy) dari sisi penawaran hilirisasi hanya jadi simulasi, industri kehilangan nafas. Pertumbuhan tinggi sektor pertanian yang berbasis musiman hanya menutupi stagnasi mendalam yang terjadi di sektor manufaktur dan pertambangan yang menjadi pilar hilirisasi. Pradita Utama/detikcom

Pedagang menata sayuran di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta, Selasa (10/12/2024). Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas) memastikan stok pangan aman di tengah cuaca ekstrem melanda Indonesia. Hal ini disebabkan karena produksi pangan tahun ini lebih baik dibandingkan produksi tahun lalu, termasuk di sektor perikanan dan pertanian.

Keenam, rezim suku bunga tinggi dan kebijakan efisiensi anggaran membuat likuiditas perekonomian mengering. INDEF menilai, suku bunga Bank Indonesia (BI Rate), suku bunga Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), dan yield Surat Berharga Negara (SBN) naik mendorong migrasi likuiditas perekonomian mengarah pada aset-aset dengan imbal hasil tinggi. Andhika Prasetia/detikcom

Anak-anak tengah bermain dengan latar belakang gedung pencakar langit di Jakarta, Jumat (7/2/2025). Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2024 masih loyo.Hal ini terlihat dari realisasi ekonomi Indonesia sepanjang 2024 yang tumbuh 5,03%, melambat jika dibandingkan 2023 sebesar 5,05%.

Ketujuh, dunia usaha lesu seiring pertumbuhan kredit yang layu. Dalam catatan INDEF, laju kredit Maret 2025 menurun ke 8,7% dari 9,7% pada bulan Februari 2025. Padahal pada Maret 2025 ditopang oleh Ramadhan dan Lebaran. Lesunya capaian kredit mencerminkan melemahnya dukungan sektor keuangan bagi peningkatan aktivitas sektor riil yang ujungnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Andhika Prasetia/detikcom

Anak-anak tengah bermain dengan latar belakang gedung pencakar langit di Jakarta, Jumat (7/2/2025). Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2024 masih loyo.Hal ini terlihat dari realisasi ekonomi Indonesia sepanjang 2024 yang tumbuh 5,03%, melambat jika dibandingkan 2023 sebesar 5,05%.

Terakhir, urgensi kombinasi kebijakan optimalisasi potensi domestik, stimulus fiskal tepat sasaran, dan dukungan ekosistem industri untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Andhika Prasetia/detikcom
Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |