Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menindak tegas sejumlah perusahaan pupuk yang terbukti memiliki kualitas produk di bawah SNI dan memalsukan mutu produk.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman. (Foto: IDXChannel/Tangguh Yudha)
IDXChannel – Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menindak tegas sejumlah perusahaan pupuk lantaran terbukti memiliki kualitas produk di bawah SNI serta memalsukan mutu produk mereka. Langkah yang diambil mentan antara lain dengan mencabut izin edar serta memblacklist perusahaan.
Sanksi pencabutan izin edar diberikan kepada CV Mitra Sejahtera, Semarang (merek Sangkar Madu), CV Barokah Prima Tani, Gresik (merek Godhong Prima), PT Multi Alam Raya Sejahtera, Gresik (merek MARS), dan PT Putra Raya Abadi (merek Gading Mas). Sementara sanksi berupa black list berlaku bagi perusahaan pengadaan pupuk, yaitu CV Mitra Sejahtera (MS), Koperasi Produksi Pesantren Nusantara (KPPN), PT Inti Cipta Sejati (ICS), dan juga PT Putera Raya Abadi (PRA).
Keputusan tegas itu diambil setelah hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa mutu pupuk yang diproduksi jauh di bawah standar SNI dan tidak memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. Bahkan, untuk Gedhong Prima ditemukan indikasi manipulasi dokumen uji kelayakan dari pihak penyedia.
“Petani adalah prioritas kami. Ketika ada pihak yang mencoba memanipulasi dan merugikan mereka, itu sama saja dengan mengkhianati masa depan pertanian Indonesia. Kami tidak akan ragu mengambil tindakan tegas,” kata Amran, Rabu (27/11/2024).
Kronologi penindakan itu bermula dari informasi masyarakat soal peredaran pupuk dengan mutu di bawah standar. Terhadap pupuk-pupuk tersebut, Mentan Amran lantas meminta untuk dilakukan pengujian laboratorium oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian. Pengujian dilakukan di dua laboratorium terakreditasi.
Sampel pupuk diambil langsung dari gudang produksi di Kabupaten Gresik, Jawa Timur, dan Kota Semarang, Jawa Tengah. Hasilnya menunjukkan, keempat merek pupuk yang disediakan oleh empat penyedia pupuk dinyatakan tidak layak digunakan.
Selain mutu pupuk yang rendah, investigasi lebih lanjut mengungkap indikasi kecurangan. Keempat perusahaan tersebut melampirkan hasil analisis yang diklaim berasal dari PT Sucofindo Surabaya sebagai bukti kelayakan produk. Namun, berdasarkan konfirmasi langsung, dokumen tersebut terbukti bukan dokumen resmi yang dikeluarkan oleh PT Sucofindo.
“Ini bukan hanya soal kualitas pupuk yang buruk, tetapi juga soal kepercayaan. Manipulasi seperti ini sangat merugikan negara dan melemahkan rantai pengadaan pupuk nasional. Kita tidak akan memberi toleransi untuk tindakan semacam ini,” ujar Amran.