Harga Nikel Merosot, Analis Pangkas Target Saham Vale (INCO) 

1 month ago 16

Riset terbaru Maybank Sekuritas Indonesia memangkas target harga saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO) dari sebelumnya Rp5.100 menjadi Rp4.600 per saham.

 MNC Media)

Harga Nikel Merosot, Analis Pangkas Target Saham Vale (INCO) (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Riset terbaru Maybank Sekuritas Indonesia memangkas target harga saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO) dari sebelumnya Rp5.100 menjadi Rp4.600 per saham. 

Prospek ini mempertimbangkan tekanan berkelanjutan pada harga nikel global yang lebih tajam dari ekspektasi awal, sehingga berpotensi ikut memangkas laba perusahaan

Analis Maybank Sekuritas Indonesia, Hasan Barakwan menilai, pasokan nikel global masih tetap surplus pada 2025-2026. 

Ini didorong oleh dominasi Indonesia -sebagai produsen nikel terbesar di dunia-yang cukup agresif meningkatkan produksi produk mencakup NPI, campuran hidroksida presipitat (MHP), dan matte. 

“Produk-produk ini masuk ke dalam rantai pasokan global, khususnya di China, yang memastikan pertumbuhan pasokan yang kuat meskipun terjadi gangguan lokal di wilayah lain,” kata Hasan dalam riset Vale Indonesia yang dikeluarkan pada Senin (25/11/2024).

Maybank memproyeksikan harga nikel di London Metal Exchange (LME) untuk jangka panjang akan berkisar sebesar USD16 ribu per ton, turun dari USD17 ribu per ton. 

Harga jual rata-rata (ASP) nikel untuk 2024 dan 2025 juga diestimasi turun masing-masing sebesar 6,3 persen, dan 9,8 persen menjadi USD13.588 per ton dan USD12.937 per ton.

Surplus Pasokan Bebani Harga Nikel

Kelebihan pasokan yang berkelanjutan dinilai masih memberikan tekanan besar pada harga nikel, sehingga berpotensi membebani kinerja bottom line INCO.

Hasan memangkas perkiraan laba bersih Vale Indonesia untuk 2024 dan 2025 masing-masing sebesar 41 persen, dan 33 persen menjadi USD56 juta dan USD73 juta.

Meski demikian, Hasan melihat upaya strategis INCO untuk mulai menjual bijih nikel sebagai langkah positif. 

“Kami telah memperhitungkan penjualan bijih nikel sebesar 1 juta ton pada 2025 sebagai penyangga yang kuat bagi pendapatan perusahaan,” tutur dia.

Selain itu, proyek pengembangan pabrik High-Pressure Acid Leach (HPAL) dan Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) diharapkan meningkatkan kapasitas produksi INCO hingga empat kali lipat dalam beberapa tahun mendatang.

Meski demikian, terdapat risiko di depan mata. Hasan menyebut bahwa kemungkinan tidak disetujuinya Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) untuk penjualan bijih nikel pada tahun depan akan menjadi tantangan bagi perusahaan.

Hasan juga mencatat beberapa tantangan lain, termasuk potensi keterlambatan proyek baru dan gangguan operasional akibat biaya pemeliharaan besar yang tidak terduga. 

“INCO tetap menjadi salah satu pemain utama dengan kapasitas produksi yang solid. Kami masih mempertahankan rekomendasi BUY untuk saham ini,” kata dia.

Hingga Kamis (28/11/2024) pada penutupan sesi pertama, saham INCO stagnan 0,00 persen di Rp3.650 per saham.

(DESI ANGRIANI)

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |