Jakarta -
Kepala Badan Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana menegaskan bahwa asuransi untuk korban keracunan program Makan Bergizi Gratis (MBG) masih wacana. Hal ini juga masih perlu didiskusikan lebih lanjut dengan Presiden Prabowo Subianto.
Hal ini disampaikan Dadan usai Rapat Koordinasi bersama Ombudsman RI. Menurutnya, asuransi tersebut masih perlu dikaji lebih lanjut, mengingat produk serupa belum pernah ada di Indonesia.
"Terkait dengan asuransi untuk penerima manfaat, ini masih dalam wacana ya, karena wacana, karena produknya pun belum ada di Indonesia," kata Dadan di Kantor Ombudsman, Jakarta Selatan, Rabu (14/5/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
BGN telah berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membahas produk asuransi untuk penerima MBG. Selain itu, juga akan ada dua asosiasi yang terlibat dalam pembahasannya yakni Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) dan Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI).
Dadan menambahkan, asuransi untuk para penerima MBG juga belum secara detail dibahas mekanisme pemberiannya hingga besaran premi yang akan dibayarkan. Dengan demikian, prosesnya masih cukup panjang untuk sampai tahap realisasi.
"Kita belum secara detail bagaimana mekanismenya, kemudian berapa besar premi yang harus dikeluarkan. Jadi, belum sampai ke arah situ, dan terus terang, kita belum secara intensif juga berbicara terkait dengan ini, dengan Pak Presiden (Prabowo)," ujar dia.
"Jadi nanti apakah diizinkan atau tidak atau ada mekanisme lain. Ini baru kita sedang melihat ada usulan dari Komisioner OJK untuk melihat peran asuransi di dalam program MBG ini," sambungnya.
Sebagai informasi, sebelumnya rencana BGN agar korban keracunan dari program MBG ditanggung asuransi disampaikan oleh Deputi Bidang Sistem dan Tata Kelola BGN, Tigor Pangaribuan.
Hal ini disampaikannya merespons terkait ratusan pelajar di Bogor, Jawa Barat mengalami keracunan dengan dugaan karena menu Makan Bergizi Gratis (MBG). Menurutnya, BGN telah bekerja sama dengan Puskesmas setempat untuk menanggung biaya pengobatannya.
"Kemudian yang kedua, yang menjadi korban, diberikan asuransi untuk membayar biaya kesehatannya. Kita bekerja sama dengan Puskesmas (menanggung) seluruh biaya pengobatan itu oleh BGN," kata Tigor dalam keterangannya, dikutip Selasa (13/5/2025).
Dalam kesempatan terpisah, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP), OJK Ogi Prastomiyono menyampaikan saat ini asosiasi asuransi tengah menyusun proposal awal agar industri asuransi masuk ke program pemerintah, termasuk program MBG.
"Asosiasi telah mengidentifikasi berbagai risiko yang berpotensi dihadapi, baik penyediaan bahan baku pengolahan dan distribusi dan konsumen telah diidentifikasi risiko," kata Ogi dalam acara Konferensi Pers yang disiarkan secara daring, Jumat (9/5/2025).
Ogi menerangkan ada beberapa risiko dalam program tersebut yang dapat dijamin oleh asuransi. Pertama, risiko keracunan bagi para penerima MBG. Kedua risiko kecelakaan untuk para pihak yang menyelenggarakan MBG, seperti Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia (SPPI) dan pekerja di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi.
"Saat ini kami sedang berkoordinasi dengan asosiasi dan menyampaikan proposal untuk dukungan industri asuransi kepada program MBG. Tentunya nanti kita akan membicarakan masalah besarnya, pertanggungan atau santunan yang diberikan dan premi yang harus dibayarkan," terang Ogi.
(shc/ara)