Jakarta -
Lapak-lapak pedagang emas emperan di Pasar Senen, Jakarta Pusat masih menjadi pilihan sebagian orang yang ingin menjual perhiasan miliknya. Terutama untuk emas perhiasan yang tak laku di toko maupun Pegadaian.
Bermodal meja kecil dan etalase sederhana, para pedagang emas emperan ini membuka lapak jual-belinya di sudut-sudut jalan Kota. Misalkan saja seperti yang ada di kawasan Pasar Senen, Jakarta Pusat.
"Di sini kebanyakan orang jual emas. Apalagi kan dia kan nggak ada surat atau kondisi emasnya itu rusak. Cuma kalau di kita kondisi emas pun rusak sama saja, tetap diterima," kata seorang pedagang emas emperan di pinggir Jalan Pasar Senen kepada detikcom, Senin (21/4/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, menerima perhiasan rusak atau tak memiliki surat resmi merupakan keunggulan utama para pedagang emas emperan. Sebab tidak semua toko emas mau menerima perhiasan-perhiasan tersebut.
Kalaupun menerima, biasanya toko akan menawar dengan harga yang sangat murah atau jauh di bawah harga pasar saat ini. Sedangkan mereka masih berani terima dengan harga pasar, dihitung sesuai kadar emas yang terkandung dalam perhiasan dan beratnya.
"Kalau beli emas ya tergantung kadarnya, ada 6 karat, 8 karat, 10 karat, 22, 23, 24. Tergantung kadarnya. Kalau emas kita tampung sesuai perkalian (harga per gram) hari ini," paparnya.
"Kalau emas 6 karat aku belinya Rp 500 ribu per gram, kayak gitu. Kalau emas 24 karat ini kan ada yang kadar 90%, aku beli Rp 1,5 juta (per gram), ada perkaliannya. Kalau kadar 93 aku beli Rp 1,6 juta. Kadar 97 itu dibeli Rp 1,7 juta," terangnya.
Harga jual emas ke pedagang emperan hari ini tercatat sedikit lebih rendah dari harga buyback Logam Mulia keluaran Antam yang emasnya memiliki kadar kemurnian hingga 99,99% di level Rp 1.829.000 per gram
"Kalau perhiasan nggak ada yang kadar 99. Jadi bodoh kalau bilang perhiasan kadar 99. Kalau dibikin perhiasan, kadar 99 itu nggak bisa dipakai, jatuh lah, jadi harus ada campurannya. Jadi hasilnya kadar 96, yang bagus 97. Kalau Logam Mulia itu 4 kali sembilannya, '99,99' kadarnya," paparnya.
Sayang, mengingat lapak jual-beli emas miliknya hanya 'kaki lima' di pinggir jalan, pedagang emas emperan ini tak memiliki modal yang besar untuk membeli perhiasan dengan kadar dan ukuran besar. Sehingga perhiasan yang dapat diterima tergolong kecil, terlebih jika dibandingkan dengan toko penjualan ke toko.
"Kalau bisa ya aku bayar. Kalau nggak ya ku lepas. Ya kalau aku kan ngambilnya sesuai pasaran hari ini," jelasnya.
Hal senada juga disampaikan oleh pedagang emas emperan kawasan Pasar Senen lain bernama Udin, yang menerima emas perhiasan meski dalam kondisi rusak atau tak memiliki surat resmi. "Mau barang itu utuh, putus, hancur-hancuran, harga tetap sama dengan yang utuh. Yang penting per gram dan kadarnya," terang Udin.
Alih-alih melihat bentuk dan surat resmi, lapak penjualan emas kaki lima miliknya itu menghitung nilai perhiasan yang dijual pelanggan berdasarkan kadar emas dan beratnya saja.
"Misalnya harga emas, sekian, kita kalikan dengan berat sama persentase kadar emasnya saja. Misalnya emas 24, itu jangan salah ya, kalau sudah dibikin jadi cincin, atau kalung itu nggak masuk di atas 99. Itu sudah jatuh, kadang-kadang ya jadi 97, 95, sampai 90%" ucapnya.
Klaim Bukan Penadah
Meski menerima pembelian emas tanpa surat, namun mereka menegaskan bukanlah penadah. Mereka mengaku pilih-pilih saat membeli emas dari masyarakat.
"Karena mereka tahu kita siapa. Kadang-kadang orang kesannya takut, apa gimana, ya wajar namanya kaki lima ya kan? Tapi kalau orang biasa, kan ibu-ibu tuh udah biasa tuh, dari bendungan hilir datang ke sini," katanya.
"Anggapan orang kalau nggak punya surat, ya dicuri lah apa segala macam. Padahal nggak, kadang suratnya kan asal main taruh saja hilang. Apalagi udah beli 5 tahun yang lalu. Ada orang yang sembrono naruh surat-surat, ada yang teliti. Ada yang suratnya ada, tapi barangnya rusak," tutupnya.
(igo/fdl)