BI Buka Suara soal AS Soroti QRIS dan GPN Saat Negosiasi Tarif Trump

4 hours ago 1

Jakarta -

Pemerintah Amerika Serikat (AS) menyoroti penggunaan Quick Response Indonesian Standard (QRIS) dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) kala Pemerintah RI melakukan negosiasi tarif resiprokal beberapa waktu lalu. Pasalnya, kebijakan ini dinilai membatasi ruang gerak perusahaan asing.

Menanggapi hal tersebut, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti mengatakan pemerintah RI masih melakukan negosiasi dengan AS. Namun begitu, ia tak merinci proses negosiasi yang disebutnya.

"Itu lagi proses ya," singkat Destry kepada wartawan di Gedung Dhanapala Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (21/4/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun begitu, Destry menegaskan, BI memiliki mandat untuk terus meningkatkan dan memperlancar sistem pembayaran. Hal ini diwujudkan melalui layanan QRIS yang turut membantu para pekerja migran Indonesia (PMI).

Destry mengatakan, BI telah memperluas jangkauan QRIS ke beberapa negara tujuan PMI, seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura. Saat ini, BI juga tengah menyusun kesepakatan perluasan jangkauan layanan tersebut kr Koresla, India, hingga Arab Saudi.

"Intinya, GRIS ataupun fast payment lainnya, kerja sama kita dengan negara lain, itu memang sangat tergantung dari kesiapan masing-masing negara. Jadi kita tidak membeda-bedakan. Kalau Amerika siap, kita siap, kenapa nggak? Dan sekarang pun, sampai sekarang, kartu kredit, Visa, Mastercard masih juga yang dominan. Jadi itu nggak ada masalah," tutupnya.

Diberitakan sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah telah berkoordinasi dengan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait masukan dari pihak AS ihwal QRIS dan GPN.

"Juga termasuk di dalamnya sektor keuangan. Kami sudah berkoordinasi dengan OJK dan Bank Indonesia, terutama terkait dengan payment yang diminta oleh pihak Amerika," ujar Airlangga dalam konferensi dikutip dari YouTube Perekonomian RI, Sabtu (19/4/2025).

Meski demikian, Airlangga belum menjelaskan secara rinci hal-hal apa saja yang akan dilakukan pemerintah Indonesia bersama BI dan OJK dalam menghadapi tarif AS.

Paket ekonomi lainnya yang juga mendapat sorotan dari AS menyangkut perizinan impor dengan penggunaan Angka Pengenal Importir melalui sistem Online Single Submission (OSS). Kemudian juga berbagai insentif perpajakan dan kepabeanan, hingga kuota impor.

"Pembahasan ini guna mendiskusikan opsi-opsi yang ada terkait kerja sama bilateral antara Indonesia dan Amerika Serikat yang kita berharap bahwa situasi daripada perdagangan yang kita kembangkan bersifat adil dan berimbang," ujarnya.

(kil/kil)

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |