Pasar minyak mentah mencatat penurunan tajam sepanjang pekan lalu, seiring para pelaku pasar menghadapi serangkaian tekanan dari sisi pasokan.
Prospek Harga Minyak Dunia Pekan Ini, Tekanan Bearish Berlanjut. (Foto: Freepik)
IDXChannel - Pasar minyak mentah mencatat penurunan tajam sepanjang pekan lalu, seiring para pelaku pasar menghadapi serangkaian tekanan dari sisi pasokan dan ketidakpastian geopolitik yang terus berlanjut.
Harga Brent berakhir turun, sementara WTI juga merosot, di tengah kekhawatiran atas tambahan pasokan baru dan ekspektasi permintaan global yang rapuh, membuat pelaku pasar cenderung berhati-hati.
Kontrak berjangka (futures) minyak Brent naik 0,5 persen dan ditutup di level USD66,9 per barel pada Jumat (25/4/2025) pekan lalu. Meski demikian, Brent tetap membukukan penurunan mingguan lebih dari 2 persen.
Sementara itu, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) juga menguat hampir 0,4 persen ke USD63 per barel pada Jumat, tetapi tetap terkoreksi lebih dari 1 persen dalam sepekan.
Menurut analisis FX Empire, Minggu (27/4/2025), pekan ini, level pivot WTI di USD63,06 akan menjadi penentu arah pasar dalam jangka pendek.
Jika harga mampu bertahan di atas level tersebut, ini mengindikasikan adanya kehadiran pembeli. Apabila momentum kenaikan cukup kuat, harga berpotensi naik dalam waktu dekat menuju rata-rata pergerakan 52 pekan (MA 52-week) di kisaran USD69,00, yang saat ini mengendalikan tren jangka panjang yang masih menurun.
Sebaliknya, jika harga menembus di bawah USD63,06 secara meyakinkan, WTI berpotensi turun ke USD59,67, lalu berlanjut ke level terendah dalam beberapa bulan di USD54,48.
Perundingan Nuklir Iran Picu Kekhawatiran Pasokan
Tekanan jual di awal pekan lalu meningkat setelah muncul laporan bahwa perundingan nuklir antara AS dan Iran menunjukkan kemajuan sangat baik.
Prospek kembalinya minyak mentah Iran ke pasar global mengguncang kepercayaan investor, meskipun AS di saat bersamaan menjatuhkan sanksi terhadap salah satu perusahaan penyulingan China yang mengelola minyak Iran.
Kendati belum ada kesepakatan final, pelaku pasar mulai memperhitungkan potensi tambahan pasokan, sehingga menambah tekanan di tengah kondisi pasar yang sudah sensitif.
Data stok minyak AS juga memperbesar ketidakpastian. American Petroleum Institute (API) melaporkan penurunan stok minyak mentah sebesar 4,6 juta barel, yang sempat mendukung spekulasi kenaikan harga. Namun, data resmi dari Energy Information Administration (EIA) justru menunjukkan kenaikan mengejutkan sebesar 244.000 barel.
Penurunan signifikan pada persediaan bensin (-4,5 juta barel) dan distilat (-2,4 juta barel) mengindikasikan permintaan akhir yang tetap kuat, dengan pengiriman bahan bakar jet bahkan mencapai laju tertinggi sejak 2019. Meski begitu, kenaikan stok minyak mentah memperkuat kekhawatiran terkait kelebihan pasokan.
Kekhawatiran makroekonomi semakin memperburuk sentimen. Dana Moneter Internasional (IMF) menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi AS menjadi 1,8 persen untuk 2025 dan menaikkan estimasi inflasi menjadi 3 persen, memperkuat ekspektasi bahwa kebijakan moneter ketat terus berlanjut.
Peluang resesi juga dinaikkan menjadi 40 persen, membayangi prospek permintaan minyak ke depan dan menekan minat risiko di pasar komoditas.
Retaknya Soliditas OPEC+ Tambah Tekanan Bearish
Ketegangan internal dalam OPEC+ menambah sentimen negatif. Meski kelompok ini berencana meningkatkan produksi sebesar 411.000 barel per hari pada Mei, muncul laporan bahwa beberapa anggota, dipimpin Arab Saudi, mendorong kenaikan produksi yang lebih agresif.
Ketidaksepakatan internal, terutama terkait Kazakhstan dan Irak yang melebihi kuota, menimbulkan keraguan atas kemampuan OPEC+ dalam mengendalikan pasokan, sehingga bisa mempercepat narasi surplus jika ketegangan melebar.
Harapan atas perbaikan hubungan dagang AS-China sempat muncul, namun langsung pupus setelah Kementerian Luar Negeri China membantah adanya negosiasi aktif. Meskipun ada pelonggaran tarif secara selektif dari Beijing, beban tarif berat tetap ada, membebani prospek pertumbuhan permintaan minyak dari China.
Rystad Energy bahkan memangkas proyeksi pertumbuhan permintaan minyak China menjadi hanya 90.000 barel per hari, sebuah sinyal negatif besar untuk tren konsumsi global.
Prospek Pasar Minyak: Tekanan Bearish Diperkirakan Berlanjut
Dalam jangka pendek, berdasarkan amatan FX Empire, harga minyak diperkirakan masih berada dalam tekanan bearish, dengan risiko suplai yang meningkat, sinyal permintaan yang membingungkan, serta tekanan makroekonomi yang terus menggerus optimisme pemulihan.
Pelaku pasar disarankan mencermati perkembangan kebijakan OPEC+, perundingan nuklir AS-Iran, serta berita-berita terkait hubungan dagang AS-China untuk mencari tanda-tanda potensi rebalancing pasokan dan permintaan.
Tanpa katalis positif yang jelas, tekanan jual diperkirakan masih mendominasi pasar dalam waktu dekat. (Aldo Fernando)