Jakarta -
Kementerian Perdagangan (Kemendag) melalui Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (Ditjen PKTN) melakukan penyitaan terhadap sejumlah barang ilegal senilai Rp 15 miliar. Barang-barang yang disita terdiri dari asal impor dan produk dalam negeri.
Menteri Perdagangan Budi Santoso mengatakan pengumpulan barang ini dilakukan dalam pengawasan sejak Januari sampai Maret 2025. Total barang yang disita berjumlah kurang lebih 597.585 pcs.
"Perkiraan nilai ekonomi barang secara keseluruhan sebesar Rp 15 miliar," kata dia dalam konferensi pers di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Kamis (17/4/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Secara rinci kategori barang yang disita di antaranya, elektronik 297.781 pcs yang terdiri dari rice cooker 3.506, speaker dan televisi 4.518 pcs, kipas angin 60.366 pcs, lampu 210.040 pcs, luminer 480 pcs, castle listrik 1.140 pcs, air fryer 1.894 pcs, kabel listrik 87 tol, baterai 15.250 pcs, dan gerinda listrik 500 pcs.
Sementara untuk kategori mainan anak yang disita sebanyak 297.522 pcs, alas kaki 1.27 pcs, sprei 100 pcs, pelek kendaraan bermotor 905 pcs.
Budi mengatakan adapun pelanggaran yang dilakukan pelaku usaha terhadap barang tersebut antara lain, tidak sesuai dengan SNI, tidak menggunakan label berbahasa Indonesia, tidak memiliki manual atau kartu garansi, tidak memiliki nomor Registrasi Kesehatan, Keselamatan, Keamanan dan Lingkungan atau K3L.
"Barang-barang yang tidak sesuai ketentuan tersebut telah diamankan dengan status barang dalam pengawasan," jelasnya.
Kemendag menyebut barang ilegal tersebut merupakan produk dari 10 perusahaan asing dan 10 perusahaan lokal. Budi pun meminta agar perusahaan menarik terlebih dahulu barang yang tidak sesuai ketentuan dari peredaran.
"Kami juga meminta pelaku usaha untuk segera menarik barang dari peredaran dan pemenuhan administrasi perizinan yang diperlukan seperti K3L, label SNI, dan manual kartu garansi," terangnya.
Adapun aturan yang diduga dilanggar oleh para pelaku usaha yakni Undang-Undang Perlindungan Konsumen nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Kemudian PP nomor 29 tahun 2021 tentang penyelenggaraan bidang perdagangan.
Selain itu, melanggar Permendag nomor 69 tahun 2018 tentang pengawasan barang beredar dan barang jasa, Permendag nomor 21 tahun 2023 tentang perubahan atas Permendag nomor 26 tahun 2021 tentang penetapan standar kegiatan usaha dan produk pada penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko sektor perdagangan.
Kemudian Permendag nomor 36 tahun 2023 atas Permendag nomor 8 tahun 2024 tentang kebijakan dan pengaturan impor, Permendag nomor 26 tahun 2021 tentang penetapan barang yang wajib menggunakan atau melengkapi label berbahasa Indonesia.
Lebih lanjut, diduga melanggar berdasarkan ketentuan PP nomor 29 tahun 2021 tentang penyelenggaraan bidang perdagangan, kemudian Permendag nomor 69 tahun 2018 tentang barang beredar dan atau jasa, dan Permendag nomor 21 tahun 2023 tentang perubahan atas Permendag nomor 26 tahun 2021 tentang penetapan standar kegiatan usaha dan produk pada penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko sektor perdagangan.
(ada/kil)