Harga tembaga dunia turun pada Selasa (26/11/2024), menghapus kenaikan dari hari sebelumnya seiring rebound dolar Amerika Serikat (AS).
Harga Tembaga Turun seiring Penguatan Dolar AS usai Wacana Tarif Trump. (Foto: MNC Media)
IDXChannel – Harga tembaga dunia turun pada Selasa (26/11/2024), menghapus kenaikan dari hari sebelumnya seiring rebound dolar Amerika Serikat (AS).
Penguatan dolar terjadi setelah Presiden terpilih AS Donald Trump berjanji memberlakukan tarif tambahan terhadap China, Meksiko, dan Kanada, memunculkan kembali kekhawatiran tentang ketegangan perdagangan global.
Menurut data pasar, kontrak berjangka (futures) tembaga melemah 0,76 persen ke level USD8.952 per ton. Dalam sepekan, tembaga terkoreksi 1,5 persen dan dalam sebulan minus lebih dari 6 persen.
Mengutip Trading Economics, Selasa (26/11), ekspektasi kinerja ekonomi AS yang lebih baik serta kebijakan inflasi di bawah pemerintahan baru, yang dapat membatasi kemampuan Federal Reserve (The Fed) untuk memangkas suku bunga, turut menekan harga komoditas.
Penguatan dolar AS membuat komoditas yang dihargai dalam dolar, seperti tembaga, menjadi lebih mahal bagi pembeli dengan mata uang lain, sehingga permintaan menurun.
Selain itu, ketidakpastian ekonomi di China, konsumen tembaga terbesar di dunia, terus membebani pasar.
Beijing hingga kini belum memperkenalkan langkah stimulus baru untuk mendukung pertumbuhan ekonominya.
"Jika data ekonomi AS terus menunjukkan perbaikan dan ketegangan geopolitik semakin meningkat, dolar berpotensi terus menguat dan menekan harga tembaga lebih jauh," ujar Analis Huarong Rongda Futures, Li Kui, dikutip Dow Jones Newswires, Selasa (26/11).
Dia menambahkan, investor perlu memperhatikan risalah rapat FOMC yang dirilis Selasa untuk memahami langkah Federal Reserve (The Fed) berikutnya.
Sebelumnya, melansir dari Dow Jones Newswires (13 November 2024), Citi menurunkan estimasi harga tembaga jangka pendek, yakni dalam tiga bulan, menjadi USD8.500 per ton dari USD9.500 per ton. Penurunan ini didasarkan pada kekhawatiran tarif dan lemahnya stimulus dari China.
Analis Citi menyebutkan, kemungkinan kenaikan tarif di bawah Presiden terpilih Trump dan detail stimulus China yang lebih rendah dari ekspektasi telah membebani proyeksi pemulihan manufaktur global hingga 2025.
"Posisi tembaga dari para trader saat ini jauh lebih tinggi dibandingkan sentimen manufaktur yang mendasarinya," kata analis Citi dalam catatan tersebut.
"Hal ini sulit untuk dibenarkan dan rentan terhadap aksi pelepasan posisi [unwinding] lebih lanjut menjelang akhir tahun, mengingat ketidakpastian yang semakin tinggi," ujar analis Citi. (Aldo Fernando)