Harga Minyak Terkoreksi, Pasar Dibayangi Ketegangan Geopolitik dan Data China

6 hours ago 1

Harga minyak dunia melemah pada Selasa (20/5/2025) karena ketidakpastian dalam negosiasi antara Amerika Serikat (AS) dan Iran.

 Freepik)

Harga Minyak Terkoreksi, Pasar Dibayangi Ketegangan Geopolitik dan Data China. (Foto: Freepik)

IDXChannel - Harga minyak dunia melemah pada Selasa (20/5/2025) karena ketidakpastian dalam negosiasi antara Amerika Serikat (AS) dan Iran serta pembicaraan damai Rusia-Ukraina.

Di saat yang sama, data ekonomi terbaru dari pemerintah China menunjukkan prospek yang hati-hati untuk negara pengimpor minyak mentah terbesar di dunia itu.

Kontrak berjangka (futures) minyak jenis Brent turun 0,2 persen, dan ditutup pada level USD65,38 per barel. Sementara itu, West Texas Intermediate (WTI) AS melemah 0,2 persen, ke level penutupan USD62,56 per barel.

Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei menilai tuntutan AS agar Teheran menghentikan pengayaan uranium sebagai sesuatu yang berlebihan dan keterlaluan. Ia meragukan perundingan kesepakatan nuklir baru akan berhasil.

Menurut analis StoneX Alex Hodes, dikutip Reuters, Selasa (20/5), jika sanksi terhadap Iran dilonggarkan, negara itu berpotensi menambah ekspor minyak sebanyak 300.000 hingga 400.000 barel per hari.

Sepanjang 2024, Iran menjadi produsen minyak mentah terbesar ketiga di OPEC, setelah Arab Saudi dan Irak, berdasarkan data badan energi federal AS.

Sementara itu, Uni Eropa dan Inggris memberlakukan sanksi baru terhadap Rusia tanpa menunggu langkah serupa dari AS. Langkah ini menyusul pembicaraan antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Vladimir Putin yang gagal menghasilkan janji gencatan senjata di Ukraina.

Ukraina mendesak negara-negara G7 untuk menurunkan batas harga minyak Rusia yang diangkut lewat laut menjadi USD30 per barel, dari batas saat ini sebesar USD60.

"Perdamaian dalam waktu dekat antara Rusia dan Ukraina tampaknya belum mungkin terwujud. Meski potensi ekspor minyak Rusia bisa meningkat, dampaknya masih jauh dan tidak pasti karena Rusia masih terikat komitmen dengan OPEC+," ujar Kepala Analis Komoditas SEB, Bjarne Schieldrop.

Rusia yang tergabung dalam OPEC+ merupakan produsen minyak mentah terbesar kedua di dunia setelah AS pada 2024.

Setidaknya tujuh pejabat Federal Reserve (The Fed) dijadwalkan menyampaikan pandangan mereka pada Selasa. Para pelaku pasar kini memperkirakan bank sentral AS memangkas suku bunga dua kali masing-masing sebesar 25 basis poin pada 2025, dengan pemangkasan pertama diperkirakan terjadi pada September, menurut data LSEG.

Bank sentral seperti The Fed menggunakan suku bunga untuk mengendalikan inflasi. Suku bunga yang lebih rendah cenderung mendorong pertumbuhan ekonomi dan permintaan energi karena biaya pinjaman konsumen menjadi lebih ringan.

Di China, data terbaru yang menunjukkan perlambatan output industri dan pertumbuhan penjualan ritel menambah tekanan bagi harga minyak, karena analis memperkirakan permintaan bahan bakar dari negara itu melambat.

Namun, analisis tersebut belum memperhitungkan jeda tarif selama 90 hari antara AS dan China. Goldman Sachs mencatat adanya peningkatan arus perdagangan China pada akhir Senin.

Data stok minyak AS dari American Petroleum Institute (API) dan Energy Information Administration (EIA) dijadwalkan dirilis Selasa dan Rabu. Analis memperkirakan persediaan minyak mentah AS turun sekitar 1,2 juta barel selama sepekan yang berakhir 16 Mei.

Jika benar, ini akan menjadi penurunan ketiga dalam empat minggu terakhir. Pada periode yang sama tahun lalu, stok justru naik 1,8 juta barel, sementara rata-rata penurunan selama lima tahun terakhir (2020–2024) mencapai 3,5 juta barel. (Aldo Fernando)

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |