Agus Harimurti Yudhoyono (Menko AHY) menyampaikan Indonesia siap membantu membentuk agenda pembangunan yang tidak hanya berkelanjutan, tetapi juga adil.
Menko AHY menyampaikan Indonesia siap membantu membentuk agenda pembangunan yang tidak hanya berkelanjutan, tetapi juga adil. (foto: Istimewa)
IDXChannel- Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Indonesia, Agus Harimurti Yudhoyono (Menko AHY) menyampaikan Indonesia siap membantu membentuk agenda pembangunan yang tidak hanya berkelanjutan, tetapi juga adil. Sebab Indonesia merupakan negara demokrasi terbesar keempat di dunia dan jembatan alami antara Asia, Afrika, dan Pasifik.
Hal tersebut disampaikan Menko AHY saat memberikan pidato dalam Southeast Asia Summit for Prosperity and Sustainability di Universitas Stanford, Selasa (20/05/2025) waktu setempat. Acara itu dihadiri kalangan akademisi, pembuat kebijakan, pemimpin bisnis, dan organisasi pembangunan internasional.
Dalam pidatonya, AHY menyampaikan tiga imperatif utama untuk masa depan Asia Tenggara. Ketiga imperatif itu yakni mengintegrasikan keberlanjutan dengan kemakmuran, menghubungkan inovasi global dengan aksi lokal, dan memperkuat kerja sama regional dengan ASEAN sebagai pusatnya.
“Mari kita bersatu dalam tujuan dan teguh dalam tindakan untuk membangun Asia Tenggara yang tangguh dan adil,” kata Menko AHY dalam pidatonya.
Menko AHY menegaskan Asia Tenggara tidak lagi hanya menjadi wilayah yang bereaksi terhadap perubahan global, tetapi kini turut mendorongnya. Dengan pertumbuhan ekonomi di atas rata-rata dunia dan kelas menengah yang berkembang pesat, kawasan ini memiliki peluang besar untuk memimpin transformasi global yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
Dalam konteks Indonesia, Menko AHY memaparkan langkah-langkah nyata yang tengah diambil di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. Langkah itu antara lain penguatan ketahanan pangan dan air, percepatan energi terbarukan seperti panas bumi dan waste-to-energy, serta pembangunan infrastruktur tahan iklim untuk menghadapi tekanan urbanisasi dan perubahan iklim.
“Transisi hijau harus menjadi jalan menuju kehidupan yang lebih baik, bukan sekadar target teknokratis. Solusi harus pragmatis, adil, dan menyentuh kebutuhan riil masyarakat,” ujarnya.
Menko AHY juga menggarisbawahi pentingnya menjembatani teknologi global dengan kebutuhan lokal.
“Kita tidak hanya butuh inovasi yang cepat, tetapi juga distribusi yang adil. Teknologi harus dirancang bersama komunitas, bukan hanya dibawa dari luar,” ucapnya.
Untuk itu, AHY mendorong transformasi ASEAN dari forum konsensus menjadi platform pemecahan masalah. Dia mengajak Amerika Serikat sebagai mitra strategis lama untuk meningkatkan keterlibatan dalam proyek infrastruktur berkelanjutan di kawasan.
"Sebagai negara demokrasi terbesar keempat di dunia dan jembatan alami antara Asia, Afrika, dan Pasifik, Indonesia siap membantu membentuk agenda pembangunan yang tidak hanya berkelanjutan, tetapi juga adil. Kemakmuran harus inklusif, dan keberlanjutan harus mencerminkan realitas Asia Tenggara — tempat ketahanan dibangun bukan hanya di ruang rapat, tapi juga di ladang, desa, pesisir, dan ekonomi informal," ujarnya.
AHY mengapresiasi Universitas Stanford sebagai pusat inovasi global yang dapat menjembatani riset dan kebijakan, serta memperkuat kolaborasi antara Asia Tenggara dan dunia.
Pada forum ini turut hadir Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono; Wakil Ketua MPR, Edhie Baskoro Yudhoyono; Peneliti Tamu di Precourt Institute, Gita Wirjawan; Direktur Hoover Institution dan mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Dr. Condoleezza Rice; dan Dekan Stanford Doerr School of Sustainability, Dr. Arun.
(Ibnu Hariyanto)