Jakarta -
Fenomena sell in May and go away di dunia pasar modal mengemuka lagi tahun ini. Istilah ini seringkali dikaitkan dengan rontoknya saham di pasar modal kala bulan Mei, yang awalnya diadopsi di pasar investasi Inggris dan Amerika Serikat (AS). Momen ini juga dinilai mempengaruhi pasar modal Indonesia, yang konon bakal mengalami masa lesu.
Terkait hal itu, ekonom sekaligus Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji, mengatakan kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selama 29 tahun terakhir untuk bulan Mei justru cenderung menguat.
"Memang kalau selama empat tahun terakhir, IHSG dalam keadaan bearish (mengalami tren penurunan harga saham berkelanjutan) selama bulan Mei. Sell in May ini 'kan hanya adagium saja, dan semuanya itu akan kembali bergantung pada perkembangan sentimen yang mewarnai dinamika pasar," kata Nafan saat dihubungi detikcom, Senin (12/5/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nafan bilang, sejauh ini sentimen investor pasar modal di Indonesia maupun global masih relatif kondusif. Hal ini juga dipicu oleh perang dagang yang dibesut Presiden AS Donald Trump kian mereda, dan perundingan perdagangan antara AS dengan negara lain juga menunjukkan tanda-tanda yang progresif.
"Sedangkan kalau dari dalam negeri kita juga melihat sejauh ini relatif kondusif market kita. IHSG kita juga menunjukkan rally yang masih konsisten, di atas moving average 20 berdasarkan analisis teknikal. Maka, moving average tersebut relatifnya bergerak ke atas. Ini memang menunjukkan bahwa pergerakan IHSG masih dalam keadaan bullish," rinci Nafan.
Selain itu, dari sisi nilai tukar Rupiah, menurut Nafan juga sudah meninggalkan level Rp 17.000 dan sudah relatif stabil. Hal ini mengindikasikan hal positif bagi pasar modal Indonesia.
"Sementara itu, kalau pertumbuhan ekonomi kita memang relatif terkontraksi di kuartal satu. Tapi semestinya di kuartal kedua kalau secara historical mestinya masih ada harapan bahwa resesi teknikal harusnya bisa dihindari," terangnya.
"Investor seyogianya mencermati kalau secara fundamental kinerja emitennya progresif. Kalau secara teknis memang pergerakan harga saham rata-rata sudah oversold. Kalau investor condong ke fundamental dibandingkan teknikal. Jadi, carilah saham-saham yang benar-benar under valued," tandasnya.
Sementara itu, mengutip dari media sosial Layanan Konsumen dan Pengaduan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), ada empat hal penting yang perlu diperhatikan investor dalam menghadapi fenomena sell in May.
Pertama, sebaiknya sebagai investor tidak ikut-ikutan dengan tren atau mengambil keputusan karena melihat apa yang dilakukan orang banyak. Kedua, wajib untuk mengenali profil risiko saham. Ketiga, penting untuk memahami nilai pasar. Keempat, di bulan Mei juga ada beberapa saham yang bagi-bagi dividen, maka harus lebih cermat saat akan menjual saham.
(kil/kil)