Jakarta -
Amerika Serikat mematok tarif super tinggi untuk barang-barang impor dari China. Tarif impor yang ditetapkan Presiden Donald Trump untuk produk asal Negeri Tirai Bambu itu kini dinaikkan menjadi 145%.
Tarif setinggi itu merupakan akumulasi pengumuman tarif resiprokal baru dan juga bea masuk terkait fentanil 20% yang pernah ditetapkan Trump sebelumnya. Dikutip dari CNBC, Jumat (11/4/2025), seorang pejabat Gedung Putih mengonfirmasi bahwa tarif AS untuk barang-barang China sekarang mencapai 145%.
Jumlah itu termasuk kenaikan tarif yang baru-baru ini diumumkan menjadi 125% dari mulanya 84% yang diumumkan Trump pada hari Rabu. Nilai tarif yang sudah cukup besar itu masih diakumulasi lagi dengan bea masuk terkait fentanil sebesar 20% yang sebelumnya telah diberlakukan oleh Trump sejak Februari. Maka dari itu kenaikan tarif menjadi 145%.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengenaan tarif super tinggi tersebut menjadi langkah Donald Trump untuk menekan defisit perdagangan dengan China. Trump pun tak menampik tarif tersebut menyebabkan masalah saat transisi perdagangannya berjalan bagi ekonomi dunia. Dia kukuh bahwa hal ini memang mesti dilakukan demi memperbaiki ekonomi negaranya.
"Akan ada biaya transisi dan masalah transisi, tetapi pada akhirnya semuanya akan menjadi hal yang indah. Kami dalam kondisi yang sangat baik," kata Trump dikutip dari Bloomberg.
Trump juga menyuarakan optimismenya bahwa China akan datang untuk bernegosiasi. Ia juga menunjukkan sikap fleksibel terkait pengecualian bagi perusahaan atau negara dari rezim tarif, termasuk pada batas bawah 10% yang telah ditetapkannya untuk semua mitra dagang.
"Beberapa negara, kita memiliki defisit besar dengan kita atau mereka memiliki surplus besar dengan kita, dan yang lain tidak seperti itu-jadi itu tergantung," kata Trump.
Dia juga mengindikasikan upaya menghapus hambatan non-tarif bahkan dengan negara-negara yang memiliki surplus perdagangan. Meski begitu, Trump menekankan akan menetapkan kembali tarif timbal balik yang substansial jika kesepakatan tidak memuaskan selama masa negosiasi tiga bulan ke depan.
Datanya, dikutip dari CNN, AS selama ini mengekspor barang dengan total US$ 199 miliar ke China. Sementara itu, negeri Paman Sam mengimpor barang dari China hingga US$ 463 miliar. Jelas neraca dagang AS dengan China mengalami defisit besar sekali.
Ekspor utama AS ke China pada 2024 meliputi kacang kedelai, pesawat terbang, farmasi, dan semikonduktor. Di sisi lain, ponsel, komputer, mainan, dan pakaian termasuk komoditas yang jadi impor utama dari China oleh AS. China yang selama ini menjadi raksasa manufaktur dunia merupakan sumber impor utama AS sejak 2022.
(acd/acd)