Jakarta -
Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo membandingkan biaya pemakaian hidrogen dibandingkan Bahan Bakar Minyak (BBM) atau bensin.
Darmawan menjelaskan perhitungannya konsumsi menggunakan mobil Innova produksi Toyota. Jika mobil tersebut menggunakan bensin, biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 1.300 per kilometernya.
Sementara, jika menggunakan kendaraan berbahan bakar hidrogen biaya yang dibutuhkan sebesar Rp 550 per kilometernya. Ia menjelaskan jika dibandingkan dengan mobil listrik yang mengisi daya di SPKLU, biaya yang dibutuhkan sama yakni Rp 550 per kilometernya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hanya saja, bahan bakar hidrogen ini dari produksinya jauh lebih murah dibandingkan energi listrik. Hal ini lantaran PLN tidak perlu investasi pembangkit lantaran didapatkan dari kelebihan produksi hidrogen.
"Kalau pakai hidrogen dari PLN, karena ini excess supply (Kelebihan pasokan) , tidak ada investasi pembangkit, ini hanya Rp 550 per kilometer. Jadi lebih murah daripada pakai bensin, karena hidrogennya setengah gratis. Kalau tidak ya dibuang ke udara," kata Darmawan.
Darmawan menjelaskan produksi hidrogen PLN ini sebenarnya ditujukan sebagai pendingin dari pembangkit listrik milik PLN yang hanya membutuhkan sekitar 75 ton. Namun ia mengatakan, produksi yang dilakukan PLN sebanyak sekitar 200 ton.
"Dari excess (kelebihan) ini Bapak, murah ya murah. Karena apa? excess, capital expenditure (capex) sudah ada, menjadi capex-nya pembangkit, operasi sehari-hari ada. Nah, maka kami ada di sekitar 28 lokasi, itu ada excess supply dari hidrogen," katanya.
Sementara itu, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengungkapkan Bahlil menjelaskan mobil berbahan bakar hidrogen ini juga menjadi salah satu alternatif mengurangi impor BBM Indonesia sebanyak 900-1.000 barel per hari. Pasalnya, Bahlil, Indonesia memiliki sumber bahan baku produksi hidrogen yang melimpah, yaitu batu bara, gas, dan air.
"Nah cara kita untuk mengurangi impor adalah dengan memanfaatkan potensi bahan bakar pengganti bensin. Bisa BM40, bisa baterai listrik, baterai mobil, dan bisa juga hidrogen," katanya.
Namun, Bahlil mengakui bahan bakar hidrogen ini merupakan barang baru yang masih perlu ada kebijakan untuk mendorong terbentuknya pasar. Bahlil mengatakan, saat ini pemerintah baru mengeluarkan kebijakan yang mengatur tentang kendaraan listrik dan belum ada aturan tentang kendaraan atau pasar hidrogen di Indonesia.
Ia mengatakan jika sudah terbentuk pasar dari kendaraan berbahan bakar hidrogen ini, maka pemerintah bakal menyesuaikan aturan tersebut.
"Jadi kita lagi tanya siapa yang masuk, siapa yang melakukan investasi. Kita minta proposal mereka. Tinggal kita lihat variable mana yang pemerintah hadir untuk memberikan insentif agar visibel Ketika dia melakukan investasi," ujarnya.
Lihat juga video: Mesin Pengisian Bahan Bakar Hidrogen Canggih untuk Olimpiade Paris
(hns/hns)