Bursa Asia kembali menguat pada Selasa (13/5/2025) setelah Amerika Serikat (AS) dan China sepakat untuk sementara menurunkan tarif timbal balik yang tinggi.
Bursa Asia Melesat, Ikuti Wall Street usai AS Capai Kesepakatan Dagang dengan China. (Foto: Reuters)
IDXChannel – Bursa saham Asia kembali menguat pada Selasa (13/5/2025) setelah Amerika Serikat (AS) dan China sepakat untuk sementara menurunkan tarif timbal balik yang tinggi dan bekerja sama guna menghindari guncangan terhadap ekonomi global.
Menurut data pasar, hingga pukul 09.31 WIB, Indeks Nikkei 225 Jepang naik 1,72 persen, sedangkan Topix terkerek 1,15 persen.
Demikian pula, Shanghai Composite tumbuh 0,18 persen, KOSPI Korea Selatan terapresiasi 0,31 persen, ASX 200 Australia mendaki 0,67 persen, dan STI Index Singapura naik 0,78 persen.
Berbeda, Hang Seng Index merosot 1,37 persen.
Dalam pertemuan akhir pekan di Jenewa, kedua negara sepakat bahwa AS akan memangkas tarif atas impor dari China dari 145 persen menjadi 30 persen selama periode negosiasi selama 90 hari. Sebagai balasan, China akan menurunkan bea masuk dari 125 persen menjadi 10 persen.
Indeks acuan saham AS alias Wall Street juga mencatat penguatan tajam pada Senin (12/5). Indeks S&P 500 naik 3,3 persen, sementara Nasdaq Composite yang didominasi saham teknologi melonjak 4,4 persen.
Dalam pernyataan bersama pada Senin, Washington dan Beijing menekankan pentingnya hubungan dagang bilateral bagi kedua negara dan ekonomi global. Pernyataan itu dinilai analis sebagai sinyal positif yang memperbaiki sentimen pasar.
Indeks dolar AS (DXY) terhadap sejumlah mata uang utama naik 1,17 persen, melanjutkan penguatan dari posisi terendah tiga tahun bulan lalu. Yen Jepang melemah 2,1 persen menjadi 148,39 per dolar.
Aset safe haven ikut tertekan. Franc Swiss turun 1,8 persen, memberikan angin segar bagi eksportir dan bank sentral negara tersebut. Harga emas spot anjlok 2,7 persen ke USD3.234,8 per ounce, setelah sempat mencetak rekor tertinggi USD3.500 bulan lalu.
“Ini pemulihan textbook setelah aksi jual pasar yang deras,” kata Presiden Bolvin Wealth Management Group, Gina Bolvin. “Pasar menembus level resistance. Jika tren ini bertahan, ini adalah kemenangan besar bagi Trump, bagi saham, dan bagi investor.”
Kit Juckes, kepala strategi valuta asing di Societe Generale, menyebut jeda tarif ini sebagai kelegaan besar bagi AS dan China.
Namun, data akhir pekan menunjukkan harga produsen di China turun tajam dalam enam bulan terakhir, mencerminkan tekanan yang dirasakan para eksportir akibat ketidakpastian perdagangan.
Beberapa analis dan investor memperingatkan, ini bukan akhir dari tarik-ulur kebijakan dagang antara Gedung Putih dan Beijing, dan bahwa euforia pasar bisa segera tergeser oleh data ekonomi AS yang menunjukkan perlambatan.
CIO di perusahaan manajemen aset Marlborough di Inggris, Sheldon MacDonald, mengatakan tarif 30 persen tetap menjadi beban bagi pertumbuhan ekonomi.
“Belum ada sinyal aman dari risiko resesi,” kata MacDonald.
Imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun naik hampir 10 basis poin, seiring harga obligasi turun. Pergerakan serupa juga terjadi pada Bund Jerman dan gilt Inggris.
Namun analis Citi mengingatkan, sebagian pendukung Trump mungkin menolak kompromi dagang ini. Mereka mengacu pada gencatan tarif serupa di masa kepresidenan Trump pertama pada 2018–2019 yang akhirnya gagal setelah 90 hari. (Aldo Fernando)