Jakarta -
Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Nurul Ichwan mengungkapkan faktor penghambat yang kerap mengganjal investasi di Indonesia. Salah satu yang disorot Nurul adalah menyangkut panjangnya proses perizinan investasi.
Meski begitu, saat ini pemerintah terus berupaya memperbaiki regulasi demi memangkas proses perizinan, salah satunya melalui rencana penerapan fiktif-positif untuk mempercepat perizinan investasi.
Sebagai informasi, selain mengurus izin ke Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, pengusaha juga perlu mendapat izin juga dari sejumlah kementerian teknis yang berwenang. Nah, lewat fiktif positif, jika kementerian teknis tidak mengeluarkan izin sesuai perjanjian waktu, maka izin berusaha akan otomatis keluar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kemudian kontribusi yang lain adalah fiktif-positif yang sedang kita siapkan, awalnya akan diberikan kepada 6 kementerian teknis yang mengeluarkan persyaratan perizinan yang kita batasi berdasarkan SLA-nya. Kalau itu terlewati maka izin akan otomatis bisa keluar," ujarnya dalam detikcom Indonesia Investment Talk Series di Jakarta, Rabu (30/4/2025).
Menurut Nurul, masalah izin ini kerap menjadi penghambat para investor untuk masuk. Pengusaha sebelumnya menyebut butuh waktu 65 hari untuk mengurus perizinan, padahal waktu yang diharapkan adalah hanya 1 hari.
"Nah izin ini yang selama ini banyak terhambat sehingga tidak bisa match dengan ekspektasi dari investor untuk bisa memenuhi hal tersebut," tuturnya.
Penerapan fiktif positif didukung Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani. Apalagi selama ini proses perizinan berusaha di Indonesia cenderung tidak pasti.
"Karena sekarang ini kita tidak jelas, misalnya perizinan itu butuh waktu let's say 10 hari untuk perizinan tertentu. Tapi 10 hari itu bisa jadi 20 hari, 30 hari, bisa berbulan-bulan. Nah kalau ada fiktif positif, itu kan berarti kalau 10 hari tidak ada persetujuan berarti dengan sendirinya itu sudah disetujui. Nah, itu akan make a difference, karena buat investor mereka perlu kepastian," beber Shinta.
Hal lain yang disiapkan pemerintah untuk mendatangkan investasi adalah relaksasi beberapa sektor yang sebelumnya tak bisa dimasuki pengusaha asing. Saat ini, kata dia, ada beberapa sektor yang tak bisa dikelola asing namun kurang optimal saat dikelola investor dalam negeri karena persoalan kapasitas.
Pada kesempatan itu, ia juga menilai Indonesia cukup kompetitif sebagai destinasi negara tujuan investasi di Kawasan Asia Tenggara. Berdasarkan laporan dari Business Ready (B-Ready), skor Indonesia unggul atas beberapa negara kawasan.
"Indonesia itu kira-kira ada di angka 63, artinya semakin tinggi dia semakin bagus. Memang kita masih di bawah Singapura yang 77, kita juga masih di bawah Vietnam yang 64, tapi dibandingkan dengan Filipina kita lebih bagus karena Filipina 60 dibandingkan dengan Kamboja kita lebih bagus karena Kamboja 54," bebernya.
Artinya, Indonesia masih masuk ke dalam tiga besar negara dengan rating investasi terbaik di Asia Tenggara. Lalu berdasarkan Institute of Management Development dari Swiss, peringkat Indonesia naik dari sebelumnya 44 ke posisi 27.
"Kalau ini angkanya makin kecil dia makin bagus. Nah ini kalau dari mereka berdua setidaknya menunjukkan bahwa itulah angka-angka yang dibuat oleh lembaga-lembaga yang kredibel menilai Indonesia bersama dengan beberapa negara lainnya, di situlah posisi Indonesia," tutup Nurul.
(ily/ara)