Jakarta -
PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) mencatat telah menambah kapasitas pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) sebesar 1,6 gigawatt (GW) sejak 2021 hingga April 2025. Proyek terbaru yang telah beroperasi adalah Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung Cirata, yang kini menjadi fasilitas PLTS terapung terbesar di Asia Tenggara.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menyampaikan, pencapaian ini sejalan dengan target dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, yang memuat komitmen pembangunan pembangkit EBT sebesar 20,9 GW pada 2030.
"Sampai April ini, PLN telah memproses 18 GW atau 86% dari target. Rinciannya, 2,8 GW masih dalam tahap perencanaan, 4,7 GW dalam proses pendanaan, 8,5 GW sedang dalam pengadaan, 3,3 GW dalam konstruksi, dan 1,6 GW sudah commissioning," kata Darmawan dalam rapat bersama Komisi XII DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (14/5/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada 2024, PLN mencatat pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan mencapai 3,2 GW kapasitas pembangkit, di antaranya 0,4 GW berasal dari sumber EBT. Di tahun yang sama, PLN juga membangun 740 kilometer sirkit transmisi dan gardu induk dengan kapasitas 1.740 MVA.
Darmawan menambahkan, PLN telah menyelesaikan 97% target penambahan pembangkit EBT yang ditetapkan untuk 2025. Hingga April 2025, tercatat kapasitas 492 megawatt (MW) dari target 507 MW telah berhasil direalisasikan.
Selain menambah pasokan listrik ramah lingkungan, pengembangan EBT ini juga berkontribusi dalam pengurangan emisi gas rumah kaca. PLN mencatat pengurangan emisi sebesar 14 juta ton CO₂ per tahun dari pembangkit EBT yang telah beroperasi. Sepanjang 2024 saja, total emisi yang berhasil ditekan mencapai 48,4 juta ton CO₂ setara.
Lebih rinci, Darmawan menyebut emisi sebesar 16,3 juta ton CO₂ berhasil ditekan dari pembangkit berbasis energi terbarukan. Sementara itu, pengembangan pembangkit berbasis gas menyumbang pengurangan emisi sebesar 12 juta ton CO₂.
Konversi teknologi di pembangkit batu bara dari sub-critical ke ultra super-critical juga disebut berhasil mengurangi emisi sebanyak 13,9 juta ton CO₂. Sementara itu, efisiensi energi menyumbang pengurangan 4,3 juta ton, dan penggunaan biomassa melalui co-firing di PLTU milik PLN menekan emisi hingga 2 juta ton CO₂.
(rrd/rrd)