Pasar saham Indonesia memasuki 2025 dengan berbagai tantangan dan peluang baru.
Membidik Sektor-Sektor Saham Potensial di 2025. (Foto: Freepik)
IDXChannel - Pasar saham Indonesia memasuki 2025 dengan berbagai tantangan dan peluang baru.
Setelah penurunan tajam pada Desember 2024, valuasi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) saat ini berada di angka 12,7 kali P/E (Price to Earnings) forward dengan imbal hasil laba sebesar 7,9 persen.
Berdasarkan laporan BRI Danareksa yang dirilis pada 20 Desember 2024, valuasi ini mencerminkan spread sebesar 77 basis poin terhadap imbal hasil obligasi pemerintah 10 tahun, sedikit di atas rata-rata tiga tahun sebesar 71 basis poin.
Valuasi saat ini juga mengindikasikan ekspektasi pertumbuhan laba bersih (EPS) sekitar 2 persen untuk 2025.
Namun, analis BRI Danareksa menilai proyeksi ini terlalu pesimistis, terutama mengingat potensi dukungan dari pemerintah yang baru serta prospek pertumbuhan ekonomi nasional.
IHSG tercatat melemah 2,65 persen secara year to date (YtD), ditutup di level 7.079,91 pada 30 Desember 2024.
Ini menjadikannya penurunan tahunan pertama sejak 2020, ketika pandemi COVID-19 menekan indeks hingga minus 5 persen.
Tema Pertumbuhan Ekonomi dan Inisiatif Pemerintah
Dengan proyeksi pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) pada kisaran 5,0-5,2 persen di 2025, BRI Danareksa optimistis bahwa belanja dan inisiatif pemerintah senilai Rp121 triliun akan memberikan dorongan positif.
Dampak belanja ini diperkirakan lebih terasa pada paruh kedua 2025. Selain itu, harga minyak sawit mentah (CPO) yang lebih kuat, dengan rata-rata tahunan mencapai MYR4.199 per ton, diharapkan mendukung daya beli masyarakat, terutama mengingat korelasinya dengan belanja konsumen.
Perbaikan ROE dan Efisiensi Sektor-sektor Utama
Di sisi lain, tingkat pengembalian ekuitas (ROE) pasar diperkirakan meningkat menjadi 19,6 persen pada 2025 dibandingkan 18,9 persen pada 2024.
Perbaikan ini didukung oleh margin yang lebih baik, efisiensi operasional, dan konsolidasi industri, terutama di sektor konsumen, telekomunikasi, dan kesehatan.
Sebagai contoh, ROE sektor konsumen diproyeksikan naik dari 49 persen menjadi 51,9 persen, sementara sektor telekomunikasi meningkat dari 16,2 persen menjadi 16,7 persen.
Kebangkitan Konglomerasi
Laporan tersebut juga menyoroti pertumbuhan kapitalisasi pasar dari sembilan kelompok usaha besar di Indonesia—yakni, Adaro, Agung Sedayu/Artha Graha, Astra, Bakrie, Bakrie-Salim, Barito, Panin, Salim, dan Sinarmas—yang mencapai 196 persen dalam periode 2022-2024, menjadi USD277 miliar.
Angka ini mencakup 36 persen dari total kapitalisasi IHSG, mencerminkan tren serupa di pasar ASEAN dan India. Pertumbuhan ini dinilai membuka peluang lebih besar untuk akses pendanaan dan aktivitas merger dan akuisisi (M&A) di pasar modal.
Risiko: Pertumbuhan Ekonomi dan Likuiditas
Meskipun proyeksi pertumbuhan cukup positif, risiko tetap ada. Pertumbuhan ekonomi yang stagnan, rendahnya kepercayaan konsumen, serta tingkat tabungan yang menurun pada segmen berpenghasilan rendah dapat menjadi tantangan.
Selain itu, volatilitas nilai tukar rupiah dan ketatnya likuiditas domestik dapat memengaruhi profitabilitas sektor perbankan di 2025.
Target IHSG
BRI Danareksa menetapkan target IHSG untuk akhir 2025 di angka 7.850, dengan skenario optimistis di 8.060 dan pesimistis di 7.030. Sektor konsumen, saham dengan ROE tinggi, serta lindung nilai terhadap USD menjadi fokus investasi pada paruh pertama 2025
Proyeksi Sektoral
Sementara, RHB Sekuritas merekomendasikan sektor defensif seperti perbankan dan kesehatan untuk 2025 di tengah ketidakpastian global.
Dalam riset yang terbit pada 20 Desember 2024, analis RHB menilai, sektor ini dinilai memiliki daya tahan tinggi terhadap volatilitas ekonomi.
RHB juga melihat peluang menarik di komoditas, terutama minyak sawit mentah (CPO) dan batu bara untuk perdagangan jangka pendek.
Lonjakan harga CPO akibat pasokan terbatas dan permintaan biodiesel mendorong sektor perkebunan menjadi unggulan, sementara batu bara diuntungkan oleh permintaan musiman.
Sektor peternakan unggas ikut naik peringkat menjadi overweight, didukung kebijakan kuota impor grandparent stock (GPS) yang lebih rendah, harga stabil, serta penurunan biaya bahan baku, yang diperkirakan memperbaiki margin industri.
Namun, menurut analisis RHB, sektor minyak dan gas kini berada di posisi netral, mencerminkan dinamika pasar yang kurang menguntungkan dibandingkan sebelumnya.
Pandangan lainnya datang dari riset Ciptadana Sekuritas yang terbit pada 31 Oktober 2024.
Analis Ciptadana memproyeksikan sektor perbankan dan komoditas akan menjadi salah satu andalan di 2025.
Dengan perkiraan pertumbuhan laba perbankan mencapai 12 persen, didorong peningkatan kredit hingga 12 persen dan stabilitas margin bunga bersih (NIM), saham seperti BBRI dan BBTN menjadi pilihan utama.
Sektor komoditas juga diprediksi terus menguat, terutama batu bara, tembaga, aluminium, dan nikel. PTBA dan MBMA menjadi unggulan, didukung potensi dividen yang besar dan permintaan struktural yang solid.
Selain itu, sektor properti diperkirakan bangkit seiring lingkungan suku bunga rendah dan dukungan regulasi pemerintah seperti program rumah murah. Saham SMRA menjadi pilihan utama di sektor ini.
Untuk sektor konsumen, penurunan biaya pinjaman dinilai akan meningkatkan daya beli masyarakat, menjadikan saham ICBP menarik. Sedangkan di ritel, fokus diarahkan pada konsumen kelas menengah ke atas dengan MAPI sebagai andalan.
Ciptadana juga menyoroti peluang di sektor telekomunikasi (ISAT dan EXCL) serta logam berat, sambil tetap netral pada sektor produsen rokok, media, dan underweight atas sektor konstruksi. (Aldo Fernando)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.