Jakarta -
Hingga kini pedagang emas emperan pinggir jalan kerap menjadi pilihan sejumlah orang untuk menjual perhiasan miliknya. Bermodal meja kecil dan etalase sederhana, para pedagang emas emperan ini membuka lapak jual-belinya di pinggir-pinggir jalan Kota Jakarta.
Berdasarkan pantauan detikcom di lokasi, sejumlah pedagang emas emperan banyak membuka lapaknya di pinggir Jalan Pasar Senen hingga ke Jalan Senen Raya III, tepatnya di belakang area ruko-ruko Plaza Atrium.
Di kawasan ini sudah berjejer sekitar enam pedagang emas emperan. Kemudian ada juga dua pedagang emas emperan lain yang membuka lapaknya di persimpangan antara Jalan Senen Raya dengan Jalan Kwini I.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski terlihat sederhana dan apa adanya, para penjual ini berani terima berbagai jenis perhiasan yang mungkin tak laku di toko apalagi Pegadaian. Misalkan saja karena perhiasan tersebut mengalami kerusakan atau karena tak dilengkapi surat resmi.
"Jual lah. Di sini kebanyakan orang jual emas. Apalagi kan dia kan nggak ada surat atau kondisi emasnya itu rusak. Cuma kalau di kita kondisi emas pun rusak sama saja, tetap diterima," kata seorang pedagang emas emperan di Jalan Pasar Senen, tepat setelah flyover.
Hal senada juga disampaikan oleh pedagang emas emperan kawasan Pasar Senen lain bernama Udin, yang menerima emas perhiasan meski dalam kondisi rusak atau tak memiliki surat resmi. "Mau barang itu utuh, putus, hancur-hancuran, harga tetap sama dengan yang utuh. Yang penting per gram dan kadarnya," terang Udin.
Alih-alih melihat bentuk dan surat resmi, lapak penjualan emas kaki lima miliknya itu menghitung nilai perhiasan yang dijual pelanggan berdasarkan kadar emas dan beratnya saja.
Hitung-hitungan Jual/Beli Emas di Pedagang Emperan
Untuk proses jual-beli, pedagang emas emperan yang kerap membuka lapak di Jalan Senen Raya tersebut mengaku penaksiran harga perhiasan menggunakan harga emas di pasar saat ini. Terutama yang menjadi patokan adalah kisaran harga logam mulia per gram keluaran Antam atau Pegadaian yang berlaku saat ini.
Kisaran harga emas saat pembelian itu kemudian dikalikan dengan berat perhiasan dan kemurnian emas yang terkandung di dalamnya. Sebab emas perhiasan tidak mungkin memiliki kadar kemurnian hingga 99,99% seperti logam mulia keluaran Antam atau Pegadaian.
"Kalau beli emas ya tergantung kadarnya, ada 6 karat, 8 karat, 10 karat, 22, 23, 24. Tergantung kadarnya. Kalau emas kita tampung sesuai perkalian (harga per gram) hari ini," paparnya.
Sebagai contoh, per hari ini harga buyback emas Antam berada di level Rp 1.829.000 per gram dan harga buyback logam mulia Pegadaian di level Rp 1.844.000 per gram. Artinya kisaran harga emas dengan tingkat kemurnian hingga 99,99% ini berada di kisaran Rp 1.800.000an per gram.
Dengan patokan harga emas itu, semisal untuk pembelian perhiasan 6 karat yang memiliki kadar kemurnian 25%, perhitungan menjadi Rp 1.800.000 × 25% × berat atau kurang lebih Rp 450.000 per gram.
Mengingat harga pembuatan perhiasan dan lain sebagainya, ia berani menawar emas perhiasan yang dijual pelanggan paling tinggi Rp 500.000 per gram. Begitu juga dengan perhitungan untuk perhiasan dengan kadar yang lebih tinggi.
"Kalau emas 6 karat aku belinya Rp 500 ribu per gram, kayak gitu. Kalau emas 24 karat ini kan ada yang kadar 90%, aku beli Rp 1,5 juta (per gram), ada perkaliannya. Kalau kadar 93 aku beli Rp 1,6 juta. Kadar 97 itu dibeli Rp 1,7 juta," terangnya.
Sementara itu, pedagang emas emperan lain bernama Udin yang kerap membuka di persimpangan antara Jalan Senen Raya dengan Jalan Kwini I juga mengatakan proses penaksiran harga untuk jual/beli perhiasan di lapaknya menggunakan patokan harga emas Logam Mulia hari ini.
"Ada perkalian (per gram), lihat di laporan dari Pegadaian," terangnya.
Misalnya harga emas, sekian, kita kalikan dengan berat sama persentase kadar emasnya saja. Misalnya emas 24, itu jangan salah ya, kalau sudah dibikin jadi cincin, atau kalung itu nggak masuk di atas 99. Itu sudah jatuh, kadang-kadang ya jadi 97, 95, sampai 90%" ucap Udin lagi.
Ditambah dengan sedikit seni negosiasi seperti di lapak-lapak pasar tradisional lainnya, Udin biasanya sedikit menawar agar bisa dapat keuntungan saat perhiasan itu dijual kembali.
"Nah, si penjual mau ya kita beli. Kalau nggak mau ya sudah nggak apa-apa. Kalau toko memang nggak beli, kaya anting sebelah. Seandainya dia beli juga, nggak tau harganya apa di bawah kita," papar Udin.
"Kan kita nego, ini nggak tentu, antara penjual sama si pembeli. Kita beli nanti ada kelebihan nggak? Walaupun Rp 1.000-2.000, yang penting ada penglaris," terangnya lagi.
(igo/fdl)