Aksi pembelian kembali saham atau buyback tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) marak dilakukan sejumlah emiten.
Marak Buyback Saham Tanpa RUPS, 23 Emiten Siapkan Dana Triliunan. (Foto: Freepik)
IDXChannel — Aksi pembelian kembali saham atau buyback tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) marak dilakukan sejumlah emiten di tengah tekanan pasar modal akibat ketidakpastian global.
Menurut penelusuran Tim Riset IDX Channel, per Rabu (16/4/2025), setidaknya 23 perusahaan tercatat mengumumkan rencana buyback tanpa RUPS sejak akhir Maret 2025.
Langkah buyback ini merujuk pada kebijakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui penerbitan Kebijakan Pelaksanaan Pembelian Kembali Saham yang Dikeluarkan oleh Perusahaan Terbuka dalam Kondisi Pasar yang Berfluktuasi Secara Signifikan atau buyback saham tanpa melalui RUPS, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 huruf g dan Pasal 7 POJK Nomor 13 Tahun 2023.
Berdasarkan penjelasan OJK, penetapan kondisi pasar yang berfluktuasi secara signifikan berlaku selama enam bulan terhitung sejak 18 Maret 2025.
Kebijakan buyback saham tanpa melalui RUPS ini bertujuan memberikan fleksibilitas bagi emiten untuk menstabilkan harga saham di tengah volatilitas yang tinggi, sekaligus meningkatkan kepercayaan investor.
OJK memperkirakan kebijakan ini akan segera direspons oleh emiten melalui aksi buyback dalam waktu dekat.
Dari 23 emiten tersebut, PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) dan PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) besutan taipan Prajogo Pangestu tercatat sebagai dua perusahaan dengan alokasi buyback tanpa RUPS terbesar, masing-masing sebesar Rp2 triliun. Keduanya menargetkan pelaksanaan buyback hingga akhir Juni 2025.
Sementara itu, emiten dengan alokasi terkecil antara lain PT Colorpak Indonesia Tbk (CLPI) dan PT Ecocare Indo Pasifik Tbk (HYGN), yang masing-masing hanya menganggarkan Rp5 miliar untuk aksi ini.
Berikut daftar beberapa emiten dengan rencana buyback tanpa RUPS dan periode pelaksanaan:
Langkah buyback ini dipandang sebagai sinyal positif dari manajemen terhadap prospek jangka panjang perusahaan.
Di tengah pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang telah terkoreksi 9,7 persen secara year-to-date (YtD) akibat ketidakpastian tarif Amerika Serikat (AS) dan sorotan investor terhadap arah kebijakan fiskal dalam negeri, aksi ini juga bertujuan untuk menstabilkan harga saham serta menjaga kepercayaan investor.
Buyback dapat memberikan bantalan psikologis bagi pasar serta menunjukkan komitmen emiten terhadap pemegang saham, khususnya di tengah gejolak pasar seperti saat ini.
Pengamat pasar modal Michael Yeoh menjelaskan, buyback selalu menjadi katalis positif bagi pasar, karena mengurangi free float dan mengurangi jumlah saham yang beredar.
“Yang perlu diperhatikan adalah periode buyback serta nilai buyback-nya di angka berapa,” kata Michael, 24 Maret 2025.
Ia menambahkan, "Posisi buyback yang dilakukan di bottom [harga bawah] biasanya mengindikasikan bahwa valuasi perusahaan sudah cukup murah bagi emiten. Tapi untuk mendongkrak pasar modal, buyback tidaklah cukup, karena kita perlu pembuktian dari sisi ekonomi serta moneter, termasuk rupiah."
Menurutnya, buyback TPIA dan BRPT menarik dicermati karena memiliki nilai cukup besar, apalagi emiten tersebut akan mendapat tambahan valuasi besar dari rencana IPO anak perusahaan tahun ini.
"Salah satunya TPIA yang akan membukukan kenaikan laba sebesar 5 kali lipat karena konsolidasi dari usaha Shell di Singapura," ujarnya. (Aldo Fernando)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.