Harga minyak mentah dunia turun signifikan pada Senin (11/11/2024), melanjutkan koreksi tajam pada Jumat (8/11) pekan lalu.
Harga Minyak Tumbang 3 Persen, Pasar Bersiap Hadapi Kebijakan Baru AS. (Foto: Freepik)
IDXChannel – Harga minyak mentah dunia turun signifikan pada Senin (11/11/2024), melanjutkan koreksi tajam pada Jumat (8/11) pekan lalu.
Penurunan harga ini terjadi setelah China kembali melaporkan lemahnya perekonomian meski langkah-langkah stimulus baru diterapkan pekan lalu.
Faktor pelemahan harga minyak lainnya adalah dolar yang terus menguat pasca kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden (pilpres) Amerika Serikat (AS).
Berdasarkan data pasar, kontrak berjangka (futures) minyak jenis Brent jatuh 2,76 persen ke posisi USD71,83 per barel, sedangkan minyak jenis WTI tergerus 3,32 persen ke level USD68,04 per barel pada Senin.
China melaporkan pada akhir pekan lalu, inflasi naik pada laju paling lambat dalam empat bulan terakhir pada Oktober, sementara harga produsen mengalami deflasi.
Hal ini semakin memicu kekhawatiran tentang kondisi ekonomi importir minyak terbesar dunia tersebut dan efektivitas langkah-langkah stimulus senilai USD1,4 triliun yang diumumkan pekan lalu.
"Stimulus China yang diumumkan Jumat lalu tidak akan merangsang kepercayaan dan pengeluaran konsumen karena fokusnya pada meringankan beban utang pemerintah daerah,” kata PVM Oil Associates, dikutip MT Newswires, Senin (11/11).
PVM Oil Associates menambahkan, indeks harga konsumen hanya naik tipis bulan lalu, dan dukungan terbaru ini tidak akan membangkitkan pertumbuhan permintaan atau impor minyak mentah China.
Penurunan harga minyak juga dipengaruhi oleh ekspektasi investor terhadap kebijakan Trump yang diproyeksikan dapat mendorong ekonomi AS dan memperkuat dolar, yang memberi tekanan pada harga minyak.
Prospek berakhirnya konflik di Ukraina dan Timur Tengah terlihat semakin memungkinkan, yang mengurangi beberapa tekanan harga minyak.
Ditambah lagi, seperti dijelaskan di muka, kekhawatiran akan lemahnya permintaan dari perekonomian China yang lesu.
Sementara itu, analis Mizuho, Robert Yawger, mencatat, "OPEC+ memiliki cadangan kapasitas sekitar 5,8 juta barel per hari, dan mulai kehilangan pangsa pasar terhadap produsen di Amerika."
Dolar terus menguat setelah terpilihnya Trump, mencapai posisi tertinggi sejak Juli pada Senin, meskipun pekan lalu Federal Reserve (The Fed) menurunkan suku bunga untuk kedua kalinya.
Indeks dolar ICE naik 0,63 poin menjadi 105,63. Kenaikan dolar ini membuat minyak lebih mahal bagi pembeli internasional, mengurangi permintaan.
Di sisi lain, pertumbuhan pasokan dari produsen non-OPEC serta tantangan OPEC+ dalam mengelola level produksi untuk menstabilkan pasar menambah kekhawatiran investor.
Trader kini tengah memantau proyeksi permintaan global di 2025, potensi dampak kebijakan Trump, serta meningkatnya ketegangan geopolitik antara Israel dan Iran.
Laporan pekan ini dari OPEC, Badan Informasi Energi AS (EIA), dan Badan Energi Internasional (IEA) diharapkan memberikan wawasan yang berharga. (Aldo Fernando)