Belajar dari Kemacetan di Tanjung Priok, Sistem Logistik RI Perlu Diperbaiki

23 hours ago 9

Jakarta -

Kemacetan panjang yang sempat terjadi Pelabuhan Tanjung Priok usai libur Lebaran 2025 menjadi sorotan utama bagi banyak pihak. Sebab kemacetan yang memanjang hingga lebih dari delapan kilometer dengan antrean ribuan truk logistik mengganggu masyarakat aktivitas di sekitar pelabuhan.

Peristiwa yang terjadi pada Rabu hingga Kamis (16-17/4/2025), tersebut berawal dari lonjakan kendaraan logistik yang luar biasa, di mana jumlah truk yang biasanya beroperasi sekitar 2.500 unit per hari, meningkat menjadi lebih dari 4.000 unit per hari pasca-libur Idul Fitri.

Pengamat maritim IKAL Strategic Center (ISC), Marcellus Hakeng Jayawibawa, berpendapat kenaikan volume truk ini tidak diimbangi dengan manajemen arus masuk yang adaptif dan efisien. Sebab meskipun sistem digital yang diterapkan oleh Pelindo tetap beroperasi dengan baik, namun sistem pembatasan dan pengaturan gate pass yang berbasis waktu secara real-time belum optimal dalam menangani lonjakan volume kendaraan yang terjadi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dari itu tantangan utama bukan hanya masalah infrastruktur fisik pelabuhan, tetapi juga terletak pada lemahnya regulasi mikro serta kurangnya koordinasi lintas sektor yang terlibat dalam pengelolaan sistem logistik nasional," kata Hakeng dalam keterangan tertulis, Jumat (18/4/2025).

Ia menambahkan masalah kemacetan ini lebih dari sekadar kemacetan musiman. Namun ini merupakan sinyal kegentingan sistem logistik nasional yang memerlukan perhatian serius. "Tata kelola pelabuhan harus bertransformasi menjadi sistem yang prediktif dan berbasis data agar dapat mengantisipasi berbagai permasalahan yang timbul," terangnya.

Berdasarkan data terbaru, aktivitas peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok pada kuartal pertama 2025 tercatat mencapai 1,88 juta TEUs, yang mengalami kenaikan sebesar 7,2% dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.

Hakeng menilai meskipun ada peningkatan volume yang signifikan, sistem penerimaan dan pengeluaran kontainer di pelabuhan ini belum memadai untuk menangani lonjakan tersebut.

"Salah satu masalah utama, adalah ketidakakuratan dalam sistem stacking di container yard, yang menyebabkan waktu sandar kapal menjadi lebih lama dan mengarah pada penumpukan dan antrean panjang truk logistik yang keluar dari pelabuhan," tegas Hakeng.

Meskipun Pelindo sudah menerapkan sejumlah sistem seperti Terminal Operating System (TOS), autogate, dan jadwal gate pass berbasis waktu, implementasi sistem-sistem ini masih terbentur pada masalah rendahnya tingkat kepatuhan dari operator logistik serta kurangnya integrasi data yang efektif antara pelabuhan, penyedia jasa truk, dan pengelola lalu lintas.

Sistem-sistem yang telah diterapkan pun belum mampu mengatasi masalah antrean yang terjadi, yang mengindikasikan bahwa permasalahan ini lebih kompleks daripada hanya sekadar pengelolaan waktu masuk dan keluar kendaraan.

"Dalam perbandingan dengan negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia, justru Indonesia masih menghadapi persoalan klasik yang sudah lama terabaikan seperti antrean kendaraan yang panjang, tumpukan kontainer, serta keterbatasan infrastruktur dan sumber daya manusia (SDM)," paparnya.

Untuk itu Hakeng merekomendasikan pengelola pelabuhan untuk menerapkan sistem pre-booking gate time yang berbasis data real-time. Ia juga mengatakan perlu dilakukannya kajian pengembangan digital twin pelabuhan untuk melakukan simulasi beban harian pelabuhan-pelabuhan di Indonesia.

"Serta, peningkatan koordinasi yang lebih erat antara Pelindo, Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas), dan asosiasi logistik," jelas Hakeng.

(igo/fdl)

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |