Industri padat karya menjadi pihak yang merasakan dampak paling besar dari kenaikan UMP ini
UMP Banten Jadi Rp2,9 Juta, Ekonom Khawatir Ada PHK Massal (FOTO:MNC Media)
IDXChannel - Pemerintah Provinsi Banten resmi menaikan Upah Minum Provinsi (UMP) sebesar 6,5 persen pada 2025 dari sebelumnya Rp2.727.812 menjadi RpRp2.905.119,90.
Kondisi ini tentu saja menuai pro dan kontra. Tak terkecuali kekhawatiran para ekonom. Pengamat Ekonomi dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Hadi Sutjipto merasa khawatir akan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal dampak dari kenaikan UMP sebesar 6,5 persen.
Kenaikan ini merupakan harga yang tinggi bagi para pengusaha sehingga berpotensi menambah beban para pengusaha khususnya mereka yang bergerak di sektor industri pada karya.
“UMP ini sebetulnya tidak menjadi masalah, karena upah di Banten itu sudah diatas UMP semuanya. Tapi ketika rumus kenaikan 6,5 persen ini di break down hingga ke daerah yaitu Upah Minimum Kabupaten/kota (UMK), baru ini jadi berat,” kata Hadi, Rabu (11/12/2024).
Dia mengatakan, industri padat karya menjadi pihak yang merasakan dampak paling besar dari kenaikan UMP ini, sebab mereka memiliki pekerja yang lebih banyak dibandingkan dengan industri padat modal. “Kenaikan UMP/UMK ini tentunya akan menambah biaya operasional atau produksi mereka,” ujarnya.
Tingginya biaya operasional akan membuat perusahaan untuk melakukan relokasi aktivitas produksi mereka ke daerah yang upahnya masih rendah. Hal ini tentunya akan memicu PHK massal. “Walaupun katanya produktivitas tenaga kerja di Banten itu lebih baik dari daerah lain, tapi jika biaya operasionalnya tinggi, mungkin ini akan menjadi alasan mereka untuk pindah ke daerah lain misalnya Jawa Tengah,” tuturnya.
Apalagi kondisi ekonomi global saat ini sedang tidak stabil akan membuat perusahaan semakin berpikir keras. Belum lagi adanya produk-produk ilegal yang masuk, sehingga membuat pengusaha dalam negeri semakin keblinger.
“Sekarang kan banyak fenomena thrifting yang menjual produk tekstil ilegal ke pasaran. Tentunya ini akan semakin membebani para pengusaha lokal,” ujar dia.
Sebagai jalan tengah, Dosen ekonomi Untirta ini menyarankan kepada pemerintah untuk memberikan kebijakan khusus bagi industri padat karya. Sektor industri ini tidak bisa dipaksakan memenuhi kenaikan UMK, dengan harus memperhatikan kemampuan finansial mereka terlebih dahulu.
“Jadi pemerintah itu harus juga memberikan ruang bagi perusahaan-perusahaan yang tidak bisa memenuhi standar upah minimum, di cek apakah betul perusahaan itu tidak bisa karena kondisi finansialnya kurang mendukung. Jika betul tidak bisa, maka harus dicari jalan tengah bersama dengan pihak buruhnya juga. Karena kita tidak ingin jika dipaksakan malah memicu PHK massal,” tutur dia.
Lebih jauhnya, Hadi meminta kepada pemerintah untuk juga memberikan iklim usaha yang baik bagi para pengusaha dalam negeri, dengan menegaskan penindakan barang-barang ilegal juga mencari investasi alternatif lain.
Seperti investasi pada sektor pertanian dan pariwisata di wilayah Banten selatan, menurutnya, wilayah itu kaya akan potensi yang dapat dikembangkan guna meningkatkan perekonomian di Banten.
"Investasi harus kita kembangkan dengan melihat potensi di masing-masing daerah, seperti di selatan itu yang harus dikembangkan ialah sektor pertanian dan pariwisata yang jadi kearifan lokal disana. Jangan malah memaksakan industri kimia di sana,” katanya.
(kunthi fahmar sandy)