Saham emiten produsen emas cenderung melemah hingga penutupan sesi I, Kamis (30/1/2025), di tengah penurunan logam mulia acuannya.
Saham AMMN hingga ANTM Merah saat Harga Emas Turun. (Foto: Freepik)
IDXChannel – Saham emiten produsen emas cenderung melemah hingga penutupan sesi I, Kamis (30/1/2025), di tengah penurunan logam mulia acuannya.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), saham PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) merosot 5,92 persen ke Rp7.950 per saham. Kemudian, saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) jatuh 5,37 persen, sama PT Bumi Resources Minerals Tbk (BMRS) turun 5,08 persen.
Saham PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) turut tersungkur, minus 3,12 persen. Demikian pula, saham PT J Resources Asia Pasifik Tbk (PSAB) turun 1,85 persen dan PT United Tractors Tbk (UNTR) terdepresiasi 1,49 persen.
Sementara, saham ARCI stagnan di Rp254 per saham. Berbeda, saham HRTA menguat 2,78 persen.
Diwartakan sebelumnya, harga emas turun pada Rabu (29/1/2025) seiring investor menilai prospek kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve (The Fed) setelah keputusan mempertahankan suku bunga yang sudah diperkirakan sebelumnya.
Berdasarkan data pasar, emas spot (XAU/USD) terkoreksi 0,12 persen ke level USD2.760,09 per troy ons.
Mengutip Trading Economics, The Fed menghentikan sementara siklus pemangkasan suku bunga dan memberikan sinyal hawkish dengan menghapus pernyataan optimisme dari komunikasinya.
Selain itu, The Fed mengakui, pertumbuhan ekonomi dan kondisi ketenagakerjaan Negeri Paman Sam tetap solid.
Sementara itu, permintaan terhadap aset safe haven melemah setelah pernyataan yang saling bertentangan dari pejabat pemerintah AS meredakan kekhawatiran terkait potensi tarif besar-besaran dari pemerintahan Trump.
"Investor masih mencari perlindungan dari ketidakpastian kebijakan AS, terutama karena tarif dapat memicu inflasi, serta kekhawatiran terhadap utang pemerintah AS yang terus membengkak tanpa ada tanda-tanda pengendalian. Fokus pasar tertuju pada pertemuan FOMC hari ini dan konferensi pers setelahnya," ujar Saxo Bank.
Analis Mizuho Securities USA, Robert Yawger, menilai, sinyal pemangkasan suku bunga lebih cepat akan menjadi katalis bagi harga emas. Di sisi lain, kebijakan dovish dari bank sentral lain turut membatasi penurunan harga emas.
Bank of Canada (BoC) mengakhiri kebijakan pengetatan kuantitatifnya (QT) dan mengikuti Riksbank Swedia dengan memangkas suku bunga.
Bank Sentral Eropa (ECB) diperkirakan melakukan hal serupa pekan ini, sementara Reserve Bank of India (RBI) dan People's Bank of China (PBoC) telah memberi isyarat pemangkasan suku bunga dalam waktu dekat.
"Pasar memang sedikit waswas ketika harga emas gagal menembus level tertinggi sebelumnya, tetapi peluang untuk itu masih terbuka," kata analis pasar keuangan di Capital.com, Kyle Rodda.
"Emas tetap diminati sebagai lindung nilai terhadap defisit, utang, dan de-dolarisasi."
Pemerintahan Trump masih berencana menerapkan tarif terhadap Kanada dan Meksiko mulai Sabtu, menurut juru bicara Gedung Putih pada Selasa.
Investor juga akan mencermati respons para pembuat kebijakan terhadap desakan Trump untuk memangkas suku bunga.
"Jika The Fed melanjutkan pemangkasan suku bunga pada 2025, emas berpeluang positif dan bisa mencapai USD 3.000 pada paruh pertama tahun ini," ujar Direktur Kedia Commodities di Mumbai, Ajay Kedia.
Namun, kebijakan Trump yang berpotensi mendorong inflasi dapat membuat The Fed mempertahankan suku bunga lebih tinggi dalam waktu lebih lama, sehingga mengurangi daya tarik emas sebagai lindung nilai inflasi. (Aldo Fernando)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.