Mendagri Ungkap Banyak Daerah di Jabar yang Andalkan Dana Pusat

6 hours ago 2

Jakarta -

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengungkap kapasitas fiskal atau kemampuan keuangan Provinsi Jawa Barat terbilang cukup kuat. Namun, Tito mengatakan sejumlah daerah di Jawa Barat masih bergantung pada transfer dana dari pemerintah pusat.

Tito menjelaskan kekuatan fiskal suatu daerah diukur dari perbandingan antara Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan pendapatan transfer dari pusat seperti Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Khusus (DAK), serta hibah lainnya. Dari hal tersebut, Tito mengatakan terdapat tiga kategori kapasitas fiskal yakni kapasitas fiskal kuat, sedang dan lemah.

Ia menjelaskan, kapasitas fiskal kuat ditandai dengan PAD daerah yang lebih tinggi dari pendapatan transfer pusat. Kapasitas fiskal sedang ditandai dengan PAD daerah dan pendapatan transfer pusat seimbang. Sementara, kapasitas fiskal rendah ditandai dengan pendapatan daerah bergantung terhadap pendapatan transfer pusat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berdasarkan data Ditjen Keuangan Daerah Kemendagri yang dipaparkan Tito, Provinsi Jawa Barat sendiri memiliki pendapatan asli daerah sebesar 62,28% dan pendapatan transfer pusat sebesar 37,64%. Artinya, pendapatan daerah yang dihasilkan Provinsi Jawa Barat lebih besar dibandingkan pendapatan transfer dari pusat.

Kemudian, terdapat 5 kabupaten/kota di wilayah Jawa Barat yang mempunyai kapasitas fiskal yang kuat yakni Kota Bekasi, Kota Bogor, Kota Bandung, Kabupaten Bekasi, dan Kota Depok.

"Jawa Barat sebenarnya cukup kuat, karena pendapatan asli daerahnya tinggi, lebih tinggi dari pendapatan transfer pusat," kata Tito dalam acara detikcom Regional Summit 2025, Kawasan REBANA, Senin (19/5/2025).

Tito menambahkan terdapat dua wilayah di Jawa Barat yang kapasitas fiskalnya sedang yakni Kabupaten Bogor dengan pendapatan asli daerah mencapai 47,42%, sementara pendapatan transfer pusat mencapai 52,48%. Sementara, Kota Cirebon pendapatan asli daerahnya mencapai 44,45% dan pendapatan transfer pusat sebanyak 55,55%.

Kemudian, untuk 20 kabupaten/kota di Jawa Barat lainnya masuk ke dalam kapasitas fiskal lemah. Artinya, pendapatan asli daerah lebih rendah daripada transfer dari pusat.

"Misalnya Sumedang itu 76,13% itu masih mengandalkan dari Kementerian Keuangan, hanya 23% dari penghasilan sendiri. Dan Kabupaten Cirebon 76% mengandalkan dari pemerintah pusat, kemudian Indramayu tempatnya Pak Lucky Hakim 78% dari Kementerian Keuangan, 21% dari daerah, dan Kabupaten Kuningan yang paling berat, data ini 82% itu dari Kementerian Keuangan, PAD-nya hanya 15%," katanya.

Tito menambahkan, kondisi itu menggambarkan iklim usaha di daerah tersebut belum terlalu hidup. "Semakin banyak PAD-nya maka dunia usaha hidup, karena kalau dunia usahanya hidup, maka otomatis pajak dan retribusi akan meningkat. Tapi kalau PAD rendah itu menggambarkan dunia usahanya belum hidup, karena tidak bisa ditariki pajak dan retribusi," katanya

"Dari sini kita bisa melihat bahwa Kota Cirebon ini iklim usahanya lumayan bagus, baru diikuti oleh Subang, Sumedang, Kabupaten Cirebon, Majalengka, Kabupaten Kuningan ini Pak Bupati harus bekerja keras betul untuk membangkitkan dunia usaha, supaya tangannya tidak menengadah terus ke Kementerian Keuangan," tambahnya.

detikcom Regional Summit didukung oleh PT Pertamina (Persero), Patimban Industrial Estate a Barito Pacific Company, dan PT PLN (Persero) Unit Induk Distribusi Jawa Barat.

(acd/acd)

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |