Pemerintah Indonesia menetapkan aturan baru mengenai mekanisme penentuan harga batu bara ekspor yang wajib merujuk pada Harga Batu bara Acuan (HBA).
Menanti Aturan Baru HBA, Intip Dampaknya ke Emiten Batu Bara. (Foto: Freepik)
IDXChannel - Pemerintah Indonesia menetapkan aturan baru mengenai mekanisme penentuan harga batu bara ekspor yang wajib merujuk pada Harga Batu bara Acuan (HBA).
Kebijakan ini tertuang dalam regulasi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang mulai berlaku pada 1 Maret 2025.
Aturan ini menggantikan metode penentuan harga sebelumnya yang menggunakan Indonesia Coal Index (ICI) dan Newcastle Coal Futures.
Mengutip penjelasan riset Sucor Sekuritas, terbit pada 26 Februari 2025, perubahan ini bertujuan menciptakan mekanisme harga yang lebih stabil dan mencegah dominasi pengendalian harga oleh trader (pedagang) batu bara, sehingga struktur harga menjadi lebih berimbang.
Seiring skema anyar tersebut, HBA akan diumumkan dua kali dalam sebulan dengan metode rata-rata tertimbang.
Pada tanggal 1 setiap bulan, 70 persen HBA dihitung dari harga rata-rata Free on Board (FOB) kapal selama pekan keempat dua bulan sebelumnya hingga pekan pertama bulan sebelumnya. Sisanya, 30 persen, berasal dari harga rata-rata FOB selama pekan kedua hingga ketiga dua bulan sebelumnya.
Sementara itu, pada tanggal 15 setiap bulan, komposisinya berubah. Sebanyak 70 persen HBA didasarkan pada harga rata-rata FOB selama pekan kedua hingga ketiga bulan sebelumnya, sedangkan 30 persen sisanya diambil dari pekan keempat dua bulan sebelumnya hingga pekan pertama bulan sebelumnya.
Analis Sucor Sekuritas menilai perubahan ini akan memberikan dampak positif bagi eksportir batu bara besar seperti PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI), PT Indika Energy Tbk (INDY), dan PT United Tractors Tbk (UNTR).
“Stabilitas harga yang lebih besar diharapkan meningkatkan prediktabilitas kontrak jangka panjang,” kata analis Sucor.
Selain itu, Indonesia yang menguasai sekitar 40 persen pangsa pasar batu bara berkalori rendah berpotensi diuntungkan karena minimnya alternatif bagi pembeli.
Namun, demikian mengutip Sucor, metode penghitungan yang bersifat retrospektif berpotensi menimbulkan jeda harga saat terjadi pergerakan pasar yang tajam.
Meski demikian, HBA juga berfungsi sebagai batas bawah harga, sehingga dapat menjaga profitabilitas produsen dalam negeri sekaligus memastikan penerimaan negara dari royalti ekspor dan pajak.
“Sepanjang tahun lalu, indeks HBA tercatat rata-rata lebih tinggi USD2 dibandingkan ICI,” ujar Sucor. (Aldo Fernando)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.