PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA) mulai membangun pabrik pengolahan nikel HPAL dengan nilai investasi USD1,8 miliar.
PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA) mulai membangun pabrik pengolahan nikel HPAL dengan nilai investasi USD1,8 miliar. (Foto: MNC
IDXChannel - PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA) mulai membangun pabrik pengolahan nikel High-Pressure Acid Leach (HPAL) dengan nilai investasi USD1,8 miliar atau Rp29 triliun. Langkah itu dilakukan setelah perseroan mengamankan pinjaman sindikasi dari sejumlah bank.
Pabrik HPAL ini akan dibangun dan dioperasikan oleh PT Sulawesi Nickel Cobalt (SLNC), perusahaan patungan (joint venture) antara entitas afiliasi MBMA, PT Merdeka Energi Baru (MEB) dan anak usaha Huayou Cobalt Co., Ltd.
Di SLNC, MEB memiliki 50,1 persen saham. Sementara MBMA memiliki 45 persen saham MEB dan 55 persen sisanya dikuasai oleh Devmalla Materials Pte Ltd. Namun, MBMA memiliki hak option call untuk membeli saham milik Devmalla di MEB dengan syarat pabrik HPAL telah beroperasi 1 tahun dan mencetak EBITDA positif empat kuartal beruntun.
Presiden Direktur MBMA, Teddy Oetomo mengatakan, HPAL SLNC adalah inisiatif strategis perseroan untuk memaksimalkan nilai sumber daya nikel yang berlimpah. Pabrik ini akan meningkatkan kapasitas produksi MBMA lebih dari dua kali lipat.
"Kemitraan SLNC menegaskan komitmen kami untuk meningkatkan kapasitas dalam menyediakan bahan baku baterai berkualitas serta mendukung kebijakan hilirisasi pemerintah Indonesia," katanya melalui keterangan resmi dikutip Selasa (25/2/2025).
Pabrik HPAL ini berlokasi di Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Sulawesi Tengah, bersebelahan dengan pabrik HPAL yang dioperasikan oleh PT Huayue Nickel Cobalt (HNC) sejak 2022. Pabrik HPAL SLNC dirancang dengan kapasitas terpasang hingga 90 ribu ton nikel dalam bentuk Mixed Hydroxide Precipitate (MHP).
Di SLNC, anak perusahaan Huayou akan menyediakan layanan manajemen konstruksi untuk pembangunan pabrik HPAL sementara MBMA akan bertanggung jawab atas perolehan perizinan dan persetujuan dari pemerintah Indonesia. SLNC akan memperoleh dan mengolah bijih nikel laterit dari PT Sulawesi Cahaya Mineral (SCM), anak usaha MBMA dengan kontrak komersial 20 tahun.
Tambang SCM Tambang SCM merupakan salah satu sumber daya nikel terbesar di dunia yang mengandung sekitar 13,8 juta ton nikel dan 1 juta ton kobalt. Perusahaan akan membangun pabrik persiapan bijih (Feed Preparation Plant atau FPP) di tambang SCM untuk mendukung pengangkutan bijih melalui pipa ke pabrik pengolahan SLNC di IMIP.
Konstruksi proyek HPAL SLNC telah dimulai sejak Januari 2025 dengan target commissioning sekitar 18 bulan. Untuk pendanaan, SLNC mengamankan pinjaman dari gabungan bank yang meliputi Bangkok Bank Public Ltd., Co, PT Bank Permata Tbk (BNLI), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI), dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI).
SLNC memperoleh fasilitas pinjaman USD1,4 miliar untuk membiayai pembangunan pabrik HPAL tersebut. Suku bunga ditetapkan berdasarkan SOFR (secured) plus fixed margin dengan tenor tujuh tahun plus grace period hingga 2027.
Selain dengan Huayou, MBMA juga bermitra dengan GEM Co., Ltd, untuk mengembangkan dua pabrik HPAL lainnya di IMIP dengan total kapasitas 55 ribu ton MHP per tahun. Kedua pabrik ini ditargetkan mulai berproduksi pada semester I-2025.
Pabrik HPAL pertama dioperasikan oleh PT ESG New Energy Material (ESG) dengan kapasitas 30 ribu ton MHP per tahun. Sementara pabrik HPAL kedua dioperasikan oleh PT Meiming New Energy Material dengan kapasitas produksi tahunan 22 ribu MHP.
(Rahmat Fiansyah)