Jakarta -
Yuni Widia dulunya sama sekali tidak paham dunia ikan. Mendiang suaminya yang menyukai ikan hingga berani membuka usaha ikan hias. Tak sampai setahun usahanya buka, sang suami berpulang. Yuni pun meneruskan usaha sang suami walau pelan-pelan.
Kini, sudah empat tahun Yuni menjalankan bisnis ini sendiri. Walaupun banyak tantangan dihadapi sebagai orang yang awam masalah ikan, Yuni tidak berhenti. Beginilah caranya mengenang sang suami yang meninggal di tengah pandemi COVID-19.
"Dulu saya nggak terlalu ngerti dunia ikan. Ngertinya ya karena belajar setiap hari, bantu-bantu suami, tahu caranya ngerawat ikan, bersihin akuarium, kalau ikan mati tahu kenapa-kenapa," cerita Yuni ditemui detikcom di rumahnya di Kelurahan Sukabumi Utara, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat pada Kamis (20/4/2025) lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kurang lebih tujuh bulan Yuni membantu suaminya menjalankan usaha ikan hias ini, di samping usaha mereka berjualan tanaman hias. Saat awal pandemi terjadi, sang suami sempat bingung karena mobilitas orang dibatasi. Yuni pun khawatir bisnis yang baru mereka bangun sepi.
"Eh, bukannya sepi, orang malah ramai beli. Mungkin karena bete ya jadi main ikan. Apalagi kita kan bukan di jalan raya, jadi orang mau belanja ke sini nggak ada razia," kenang Yuni.
Usaha mereka saat itu masih seumur jagung. Balik modal belum tercapai. Namun, Yuni bersyukur hasilnya bisa ditabung hingga akhirnya mereka bisa memenuhi kebutuhan yang cukup besar.
"Dalam setahun bisa punya simpanan, bisa beli motor sama renovasi rumah," ujarnya.
Dari situ, tetangga sekitarnya di Kelurahan Sukabumi Utara mulai tertarik untuk membuka usaha yang sama. Namun, yang Yuni baru sadari juga selama menjadi pengusaha ikan hias, bergerak di bidang ini risikonya cukup tinggi. Tetangga-tetangganya pun banyak yang mundur dari usaha ikan hias.
"Memang dagang ikan kayak kita, setahun modal kita belum balik," jelasnya.
Beruntung mendiang suami Yuni cukup paham dunia perikanan. Modal awal mereka membuka usaha sekitar Rp 50 juta, itu sudah dikurangi dengan biaya beli akuarium mahal. Almarhum suami Yuni membuat sendiri akuariumnya dari kaca-kaca bekas.
"Akuarium juga bertahap, dulu gak banyak kayak gini. Terus etalasenya buat naruh makanan, dulu cuma kecil. Terus kita nambah-nambah etalase banyak sampai kita bisa naruh alat mesin, makanan, batu-batuan akuarium," ceritanya.
Saat ini, sudah ada 14 akuarium di toko ikan hias Yuni. Tokonya pun menyediakan berbagai macam ikan, mulai dari ikan mas, glow fish, ikan lemon, ikan lohan, lobster, ikan grand tiger, ikan gabus, sampai ikan lele pun ada. Dia juga menjual peralatan akuarium, hiasan akuarium, dan makanan ikan.
"Kalau yang paling ramai sekarang, ikan yang lagi viral itu glow fish," ujarnya sambil menunjukkan akuarium berisi ikan-ikan kecil warna-warni.
Yuni biasa membeli ikan hias di Jatinegara. Dalam sekali belanja, biasanya dia membeli total 100 ekor ikan. Ada kalanya ikan-ikan itu mati sebelum sempat laku. Karenanya, Yuni harus memperhitungkan faktor risiko untuk menetapkan harga jual ikan. Kalau dia beli sekantong ikan dengan rata-rata Rp 1.000 per ekor, maka harga jualnya mencapai Rp 5.000 per ekor.
"Alhamdulillah sekarang masih jalan walaupun kata orang jumlah ikannya agak berkurang. Nggak apa-apa sedikit tapi lancar. Yang penting masih bisa bertahan lah, akuarium jangan kosong-kosong amat," ujar ibu tiga anak itu.
Pilih BRI
Yuni dan mendiang suami dulunya betul-betul mengandalkan tabungan mereka untuk memulai bisnis ini. Bahkan sampai Yuni menjalankan usaha sendiri, dia tetap memanfaatkan perputaran uang saja dari bisnisnya.
Barulah setelah empat tahun berjalan, Yuni memutuskan untuk mencari pinjaman demi keberlangsungan toko ikan hiasnya. Yuni mulai mencari-cari informasi ke kenalannya dan disarankan untuk mengajukan kredit usaha rakyat (KUR) ke BRI.
"Saya sih dapat info KUR dari teman. Teman kan ambil pinjaman ke BRI. Dia usaha warung. Terus saya tanya kira-kira bunganya berapa sih? Ya udahlah saya coba dong, dikasihlah saya nomor mantri," katanya.
Setelah marketing lapangan atau mantri BRI datang untuk survei, Yuni diundang ke Kantor BRI Unit Rawa Belong. Karena Yuni belum pernah punya catatan utang sebelumnya, kemudian BI Checking-nya juga bersih, proses pengajuannya pun cukup cepat.
"Saya nggak pernah pinjam di mana-mana, nama saya bersih. Ya udah saya mau pinjam Rp 10 juta. Dia (mantri) bawa atasannya ke sini, lihat usaha saya. Besok langsung disuruh ke BRI Unit Rawa Belong sini. Di situ udah langsung cair hari itu juga," bebernya.
Jumlah pinjaman Yuni memang tak begitu besar, hanya Rp 11 juta dan masuk ke KUR Mikro. Namun, Yuni berencana untuk menaikkan pinjamannya lebih besar lagi dengan tenor lebih panjang.
"Rencana nanti nambah pinjaman karena kebutuhan kita banyak ya, banyak usaha banyak buat apa gitu. Saya mau yang 4 tahun. Kalau sekarang kan 2 tahun," ungkapnya.
Kepala BRI Unit Rawa Belong Eko Sulistyo mengungkapkan jumlah debitur KUR di wilayahnya mencapai 1.700. Kebanyakan berupa pedagang-pedagang makanan dan tanaman hias, mengingat lokasi tersebut dekat dengan Pasar Bunga Rawa Belong. Meskipun Yuni memiliki usaha tanaman hias, dia mengajukan pinjaman untuk usaha ikan hiasnya saja.
"Potensi lain yang mau dibidik lagi warung-warung, mie ayam, itu kan ada klaster-klasternya. Misalnya bakso malang ada komunitas, beberapa ada nasabah kita," jelasnya ditemui di kantornya, Senin (24/3/2025) lalu.
Menurut Eko, pihaknya cukup intens melakukan penjajakan dengan pengusaha-pengusaha mikro potensial seperti Yuni. Yang menjadi PR adalah pengusaha mikro di wilayah Rawa Belong biasanya punya opsi untuk mengambil kredit harian.
"Biasanya kita tanya nasabah, dicek kebutuhannya, ada perluasan atau tidak. Daripada nanti diambil kredit harian atau namanya kredit inang-inang," lanjutnya.
Eko mengatakan para pengusaha mikro biasanya akan diberi edukasi mengenai perbedaan pinjaman bank dengan penyedia kredit harian. Terutama soal waktu pembayaran pinjaman. Sesuai namanya, kredit harian biasanya dibayarkan pada hari itu juga.
"Perbedaannya jelas, kalau dia diambilnya setiap hari dari keuntungan usahanya, mau untung dari mana? Kalau di BRI kan setiap bulan, jadi dia bisa muterin omzetnya dulu," pungkasnya.
(des/hns)