PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI) mencatat kontrak baru hingga akhir kuartal III-2024 mencapai Rp14,2 triliun.
PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI) mencatat kontrak baru hingga akhir kuartal III-2024 mencapai Rp14,2 triliun. (Foto: Dok. Adhi Karya)
IDXChannel - PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI) mencatat kontrak baru hingga akhir kuartal III-2024 mencapai Rp14,2 triliun. Angka ini lebih rendah hingga 75 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2023 sebesar Rp24,9 triliun.
Penurunan itu disebabkan oleh high base effect atas kinerja ADHI tahun lalu yang di atas ekspektasi. Namun, kontrak baru pada tahun ini juga lebih rendah dibandingkan Januari-September 2022 yang mencapai Rp18,1 triliun.
Corporate Secretary Adhi Karya, Rozy Sparta mengatakan, kontrak baru perseroan untuk sembilan bulan pertama tahun ini diperoleh dari pekerjaan proyek gedung sebesar 46 persen, Sumber Daya Air sebesar 30 persen, sisanya Jalan & Jembatan, Properti, Manufaktur, dan EPC sebesar 24 persen.
Dari sumber pendanaan, ADHI masih mengandalkan proyek dari Pemerintah sebesar 54 persen, Loan sebesar 9 persen, BUMN/D sebesar 19 persen, dan Swasta sebesar 18 persen. Sementara ditinjau dari lini bisnis, perolehan kontrak masih didominasi 90 persen dari lini Engineering & Konstruksi, 4 persen Property & Hospitality, 4 persen lini Manufaktur, dan Investasi & Konsesi sebesar 2 persen.
"Dalam mencapai target kinerja tahun ini, ADHI menerapkan prinsip Operational Excellence untuk memaksimalkan produktivitas pada proyek-proyek yang sedang dikerjakan oleh perseroan," katanya, Jumat (25/10/2024).
Pada tahun ini, ADHI memasang target konservatif minimal sama dengan tahun lalu mengingat tahun ini adalah tahun politik. Terkait penurunan nilai kontrak, Rozy mengatakan, ADHI juga bersikap lebih selektif dan cermat dalam pemilihan setiap proyek baru dengan memperhatikan skema pembayaran yang baik.
"Dan kami juga melakukan monitoring piutang proyek khususnya proyek-proyek besar untuk menjaga kas operasi tetap positif," kata Rozy.
Hingga 30 September 2024, BUMN konstruksi itu membukukan penurunan pendapatan usaha hingga 20 persen menjadi Rp9,1 triliun yang berasal dari pendapatan non-joint operation (NJO). Pendapatan itu disumbang oleh sejumlah proyek infrastruktur seperti Jalan Tol Solo-Yogyakarta-Kulonprogo, Jalan Tol Yogyakarta-Bawen, dan beberapa proyek lainnya.
Namun, kata Rozy, pendapatan ADHI sebenarnya tumbuh 13 persen jika memasukkan pendapatan JO. Jika digabung JO dan NJO, pendapatan Adhi Karya mencapai Rp17 triliun, tumbuh 13 persen. Namun secara akuntansi, proyek JO tak masuk laporan keuangan dan hanya dicatat sebagai bagian dari Laba Ventura Bersama.
Untuk pos Laba Ventura Bersama, ADHI mencapat pendapatan tumbuh dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp277,6 miliar menjadi Rp568,7 miliar. Pendapatan ini dikontribusikan dari dari proyek Pembangunan Rumah Susun Polri dan BIN IKN, MRT Jakarta Fase II, dan beberapa proyek lainnya.
(Rahmat Fiansyah)