Sarkadi adalah anak buruh tani yang sejak kecil bekerja keras yang akhirnya berhasil sukses menjadi seorang guru besar di Universitas Negeri Jakarta.
Kisah Pemuda Miskin yang Sukses, Penjual Es Mambo yang Jadi Guru Besar di UNJ. (Foto: Edura Universitas Negeri Jakarta)
IDXChannel—Perjalanan hidup mendiang Sarkadi merupakan kisah pemuda miskin yang sukses ketika dewasa. Sarkadi yang dulunya hidup dalam kemiskinan, berhasil sukses melalui pendidikan, dan diangkat menjadi guru besar di Universitas Negeri Jakarta.
Mendiang Prof. Dr. Sarkadi, M. Si telah berpulang pada Mei 2024, dia terlahir pada 4 Juli 1969 dari keluarga buruh tani. Sarkadi sendiri merupakan anak ke-5 dari sembilan bersaudara, yang artinya, kehidupan keluarganya sangat pas-pasan.
Melansir Edura UNJ (8/11), saat masih duduk di bangku SD, Sarkadi sudah bekerja untuk turut membantu perekonomian keluarga. Dia menjual es mambo yang diambilnya dari agen untuk dijual saat istirahat sekolah.
Sepulang sekolah pun, Sarkadi berjalan keliling kampung untuk menghabiskan dagangan es-nya. Sebagian hasil penjualannya dia berikan ke ibunya untuk membantu kebutuhan keluarga.
Setelah jualan es pun, Sarkadi juga membantu orang tuanya dengan mengangon kambing milik orang lain dengan sistem kerja sama, jika kambing melahirkan dua anak, maka salah satunya akan diberikan untuk orang tuanya.
Saat hampir lulus SD, Sarkadi pernah hampir tidak melanjutkan sekolah karena kendala biaya. Namun sang kakak yang sudah merantau di Bekasi sebagai kondektur bus, memintanya untuk ikut ke Cibitung untuk melanjutkan sekolah.
Sarkadi akhirnya melanjutkan pendidikannya di SMPN Cibitung Bekasi, yang sekarang menjadi SMPN 1 Cikarang Barat, pada 1982. Pada masa itu, wilatah tempat tinggalnya bersama kakak belum ada sambungan listrik.
Jadi Sarkadi setiap hari membantu sang kakak untuk membersihkan dan mengisi lampu minyak setiap hari. Dia juga membantu membersihkan rumah, mencuci piring, mencuci pakaian, mengangkut air dari sumur yang berjarak 1 kilometer dari rumahnya, dan sebagainya.
Meskipun aktivitas kesehariannya diselingi dengan membantu sang kakak, Sarkadi tetap giat belajar. Dia selalu mendapatkan rangking pertama, dan berhasil melanjutkan pendidikan ke SMAN 1 Bekasi yang saat itu adalah sekolah terbaik di wilayah Bekasi.
Jarak antara rumahnya dengan SMAN 1 Bekasi cukup jauh, yakni lebih dari 10 Km. Namun Sarkadi tidak mengeluh, dia berangkat dengan angkutan umum meskipun jaraknya cukup jauh.
Lagi-lagi, Sarkadi menjadi murid berprestasi selama menempuh pendidikan SMA. Saat lulus, dia berhasil masuk ke IKIP Jakarta prodi PMP-KN melalui jalur prestasi Penelusuran Minat dan Bakat.
Sejak sekolah, Sarkadi memang bercita-cita menjadi guru. Oleh sebab itu saat mengisi formulir, dia memilih IKIP. Sarkadi lulus dengan predikat cumlaude di fakultasnya dalam 4,5 tahun.
Dari sini, perjalanan Sarkadi sebagai tenaga pengajar pun dimulai. Selepas kelulusan kuliahnya, dia diminta untuk mengajar sebagai dosen di prodi PMP-KN sekaligus mengambil beasiswa ikatan dinas.
Sarkadi juga diangkat menjadi CPNS sebagai dosen pada 1994. Dia terus melanjutkan pendidikannya hingga ke jenjang magister di Universitas Indonesia prodi Ilmu Komunikasi. Lalu melanjutkan ke jenjang doktoral di UNJ prodi Manajemen Pendidikan.
Saat bekerja sebagai dosen, Sarkadi kerap mengisi jabatan dan aktif berkontribusi di lingkungan Kemendikbud. Dia pernah menjadi konsultan, bergabung dengan tim pengembang Lomba Budaya Mutu SD di Direktorat Pembinaan SD Kemendikbud, dan sebagainya.
Sarkadi berkontribusi di dunia pendidikan lebih dari 30 tahun sebagai dosen. Pada akhirnya, 1 Desember 2020 Sarkadi ditetapkan menjadi Guru Besar bidang Ilmu Manajemen Pembelajaran PPKn melalui Surat Keputusan Mendikbud No. 120368/MPK/KP/2020.
Setelah mulai bekerja sebagai dosen, Sarkadi membantu biaya hidup kedua orang tuanya, termasuk menyekolahkan adik-adiknya hingga tamat sarjana. Sarkadi adalah bukti bahwa pendidikan bisa membawa seseorang keluar dari lingkar kemiskinan.
Sarkadi juga membuktikan bahwa sekalipun berasal dari keluarga miskin, dia berhasil membawa dirinya menjadi orang yang sukses dengan ketekunan dan daya juang yang tinggi.
Itulah kisah pemuda miskin yang sukses menjadi guru besar ketika dewasa.
(Nadya Kurnia)