Jakarta -
Rotasi besar-besaran terjadi di tubuh Kementerian Keuangan. Pejabat eselon I di kementerian yang dipimpin Sri Mulyani Indrawati itu baru saja dirombak.
Yang jadi perhatian adalah penunjukan dua sosok baru di posisi Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak serta Dirjen Bea dan Cukai yang menjadi tumpuan penerimaan negara. Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi buka-bukaan alasan rotasi pejabat tinggi Kemenkeu dilakukan.
Alasan utama rotasi dilakukan karena pemerintah ingin mengejar peningkatan penerimaan negara, terutama dari sektor pajak dan bea cukai. Menurutnya, ketika dikaji bersama, baik oleh Presiden Prabowo Subianto dan juga internal Kementerian Keuangan banyak hal yang harus dibenahi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini kan kita merasa bahwa setelah kita pelajari, itu banyak sekali hal-hal yang memang harus kita benahi, dan itu menjadi concern pemerintah, concern Bapak Presiden, concern Ibu Menteri Keuangan beserta dengan seluruh jajaran," ujar Prasetyo saat berbincang dengan wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat (23/5/2025).
Prasetyo juga menekankan penunjukan pejabat baru ini tidak serta merta keinginan Prabowo. Semua keputusan dilakukan bersama antara Prabowo dengan Sri Mulyani.
Pemilihan Dirjen Pajak dan Dirjen Bea Cukai yang dilantik hari ini juga sudah dilakukan penilaiannya sejak jauh hari. Dirjen Pajak yang dijabat Bimo Wijayanto dan Dirjen Bea Cukai yang dijabat Djaka Budhi Utama telah diproses penilaiannya sejak lama.
"Kita mencari sosok dan beberapa figur yang tadinya kita tawarkan atau kita ingin beri penugasan di sana, tidak semua juga sanggup dan bersedia menerima penugasan ini," sebut Prasetyo.
"Ya kan calon itu tidak hanya satu. Calonnya kan ada beberapa yang kita asesmenkan. Kemudian ini bukan kok istilahnya calon terakhir, tidak. Beliaulah yang kemudian siap menjalankan tugas dari bapak presiden," lanjutnya.
Dirjen Pajak Bimo Wijayanto Foto: Pradita Utama
Prasetyo melanjutkan, pemerintah menaruh target besar untuk meningkatkan pendapatan negara, khususnya di sektor perpajakan yang rasionya sangat rendah bila dibandingkan dengan negara tetangga.
"Kita itu rata-rata di kisaran 9,8% sampai 10%, lebih sedikit, 10% ya tax ratio kita. Sementara beberapa negara tetangga kita itu sudah di atas 14%, 17%, 18%," papar Prasetyo.
Dirjen Bea dan Cukai Djaka Budhi Utama Foto: Pradita Utama
Di sisi lain, dia menegaskan menaikkan rasio perpajakan bukan berarti menaikkan tarif pajak bagi masyarakat. Namun, harus ada perbaikan sistem agar penarikan pajak bisa lebih efektif.
"Tapi sistem harus kita benahi, kan gitu. Kemudian dengan digitalisasi software kita perbaiki. Lalu imbauan ketertiban untuk kita semua wajib pajak membayar dengan benar. Termasuk membenahi dari sisi kinerja kawan-kawan di Kementerian Keuangan dalam hal ini Dirjen Pajak," pungkas Prasetyo.
(hal/ara)