Bahlil Bakal Wajibkan PTBA Garap Proyek DME Pengganti LPG

8 hours ago 1

Jakarta -

Proyek gasifikasi batu bara menjadi gas Dimethyl Ether (DME) bakal dikebut pengembangannya. Proyek DME masuk ke dalam 18 proyek hilirisasi prioritas Presiden Prabowo Subianto, belasan proyek ini memiliki nilai investasi hingga US$ 45 miliar atau sekitar Rp 730,2 triliun (kurs Rp 16.230/US$).

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyatakan proyek pengganti gas LPG itu rencananya akan menjadi mandatori atau penugasan wajib ke PT Bukit Asam (PTBA).

"DME batu bara termasuk (prioritas hilirisasi). Salah satu diantaranya akan ke sana (menjadikan proyek DME mandatori untuk PTBA)," beber Bahlil usai rapat soal hilirisasi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat (23/5/2025) kemarin.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bahlil juga pernah menegaskan proyek DME harus menjadi prioritas utama PTBA karena sudah ditentukan Satgas Hilirisasi dan Ketahanan Energi yang dipimpin olehnya.

Ketua Umum Golkar itu sempat mengultimatum akan mengambil sebagian Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PTBA jika tidak menjalankan penugasan dari pemerintah terkait proyek gasifikasi batu bara.

"Nanti kita akan kasih tugas, Kalau tidak kasih tugas Kita ambil sebagian wilayahnya," kata Bahlil di kantornya, Jakarta Pusat, Kamis (8/5/2025) yang lalu.

Susahnya Realisasi DME

Masalahnya, Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk (PTBA) Arsal Ismail pernah buka-bukaan soal tantangan proyek hilirisasi batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME). Dalam catatan detikcom, saat mengikuti RDP bersama Komisi VI DPR RI, Arsal menyebut produksi DME nilai ekonominya kurang masuk hitungan oleh pihaknya.

Biaya produksi DME masih jauh lebih tinggi ketimbang harga jual yang ditetapkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Selain itu, harga DME juga masih lebih tinggi dari Liquefied Petroleum Gas (LPG) yang diperoleh dari impor.

Pada hitungannya, Arsal menjelaskan, harga subsidi LPG yang eksisting saat ini ditetapkan sebesar Rp 22.727 per 3 kg atau sekitar US$ 474 per ton. Jika dikalkulasikan secara tahunan, diasumsikan sekitar 10,78 juta ton per tahun atau setara Rp 82 triliun per tahun.

Sementara untuk DME subsidi, ia menjelaskan harga per 3 kg sebesar Rp 34.069 atau setara US$ 710 per ton. Sementara dalam setahun, estimasi DME sebesar 10,78 juta ton per tahun atau setara Rp 123 triliun per tahun.

"Estimasi harga DME hasil produksi masih lebih tinggi dari harga patokan yang ditetapkan oleh Kementerian ESDM, dan juga analisa perhitungan kami masih lebih tinggi dari harga LPG impor," ungkap Arsal saat rapat yang dilakukan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Senin (5/5/2025) yang lalu.

Persoalan kedua, kata Arsal, hilirisasi batu bara menjadi DME terkendala tantangan teknis, sebagaimana hasil rapat yang dilakukan Satuan Tugas (Satgas) hilirisasi bersama PT Pertamina (Persero) Tbk pada tanggal 10 Maret 2025. Dalam rapat tersebut, kendala yang dialami yakni kebutuhan infrastruktur konversi yang meliputi jalur distribusi dan perangkat kompor rumah tangga yang kompatibel dengan DME.

"Jadi jaraknya itu kurang lebih 172 km, serta perlunya kesiapan jaringan niaga dan distribusi bahan bakar alternatif ini secara luas," ungkapnya.

Ia menjelaskan, perseroan siap menjalankan proyek hilirisasi tersebut. Saat ini, ia juga menyebut ada sejumlah investor yang turut melirik proyek DME milik Indonesia. Namun begitu, Arsal meminta agar pemerintah turut memberi dukungan kebijakan.

Selain DME, PTBA sendiri punya rencana untuk menggarap produk hilirisasi yang lain yakni synthetic natural gas (SNG), artificial graphite, anoda sheet, hingga asam humat.

(hal/eds)

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |