Jakarta -
Industri padat karya dinilai menjadi sektor kunci dalam menjaga keberlanjutan penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Namun kontribusi sektor ini terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tercatat terus menurun, sehingga perlu langkah strategis agar industri padat karya tetap tumbuh dan tidak semakin terpinggirkan.
Ekonom Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, mengatakan saat ini kontribusi industri padat karya hanya sekitar 18-19% terhadap PDB, menandakan deindustrialisasi yang terjadi lebih cepat dari seharusnya. Ia mengingatkan agar pemerintah tidak hanya fokus menarik investasi baru, melainkan juga menjaga industri yang sudah ada.
"Pemerintah harus prioritaskan menyelamatkan industri existing. Jangan hanya tarik investor baru yang belum tentu beroperasi cepat. Kalau industri yang sudah jalan dibiarkan menyusut, dampaknya ke serapan tenaga kerja makin parah," kata Bhima di Jakarta, Kamis (15/5/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Bhima, industri padat karya memiliki efek berganda terhadap perekonomian. Jika melemah, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) bisa terus berlanjut. Ia mencatat, belakangan ini banyak sektor padat karya mengalami penurunan produksi, yang berujung pada pengurangan tenaga kerja.
Pemerintah sendiri telah merespons dengan sejumlah kebijakan stimulus, seperti insentif Pajak Penghasilan (PPh) 21 untuk 56 golongan pekerja padat karya, subsidi bunga 5% untuk revitalisasi mesin, hingga bantuan jaminan kecelakaan kerja. Namun Bhima menilai, kebijakan itu perlu diperluas dan lebih tepat sasaran.
"Belanja insentif pajak kita sekitar Rp400 triliun per tahun, tapi banyak yang tidak tepat sasaran. Harusnya insentif digeser ke sektor padat karya. Misalnya, beri diskon tarif listrik untuk industri yang menyerap tenaga kerja besar," ujarnya.
Senada, pakar kebijakan publik dari UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, mendukung kebijakan insentif PPh 21. Ia menilai insentif tersebut mampu mendongkrak daya beli pekerja yang mayoritas berpenghasilan setara UMR. "Kalau dibebaskan 5% dari gaji, itu langsung masuk konsumsi, dan berdampak positif ke pertumbuhan ekonomi," kata Achmad.
Namun ia juga mengingatkan, tren pelemahan industri padat karya harus segera diatasi karena bisa mengancam stabilitas sosial. Dalam pengamatannya, hampir 80 ribu pekerja formal telah dirumahkan dalam enam bulan terakhir.
Menanggapi kondisi ini, Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan agar proyek-proyek hilirisasi diarahkan pada sektor yang memiliki efek berganda, khususnya yang mampu menyerap tenaga kerja. Program padat karya juga akan diintegrasikan dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) guna mempercepat perizinan dan pemberian insentif.
Pemerintah juga menyiapkan kredit investasi senilai Rp20 triliun dengan subsidi bunga 5% selama delapan tahun sebagai bagian dari paket revitalisasi mesin produksi. Tujuannya, menjaga daya saing industri padat karya sekaligus mempertahankan kapasitas produksinya.
Dukungan terhadap sektor ini dianggap penting, mengingat industri seperti Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) menyerap sekitar 4 juta pekerja, sementara Industri Hasil Tembakau (IHT) melibatkan sekitar 6 juta pekerja dari hulu ke hilir. Kontribusi besar ini membuat industri padat karya menjadi penopang utama perekonomian nasional.
Simak juga Video: Prabowo Perintahkan Agar Perizinan Sektor Padat Karya Dipermudah
(rrd/rir)