Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE), Mohammad Faisal, mengungkapkan pandangan soal empat negara Asia Tenggara menjadi mitra baru BRICS.
Keberadaan BRICS dapat menjadi alternatif negara-negara berkembang dalam perdagangan internasional. (Foto: Pixabay)
IDXChannel – Indonesia akhirnya mengutarakan keinginan untuk bergabung dengan kelompok BRICS. Niatan itu dibuktikan lewat pernyataan resmi Menteri Luar Negeri Sugiono saat menghadiri KTT BRICS di Kazan, Rusia, pekan ini.
Selain Indonesia, ada tiga negara di Asia Tenggara (ASEAN) lainnya yang juga melakukan langkah yang sama. Mereka adalah Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Saat ini keempat negara itu baru mendapat status sebagai mitra BRICS, belum anggota secara definitif.
BRICS adalah blok ekonomi yang beranggotakan negara-negara berkembang (developing countries) utama dunia. Nama kelompok itu diambil dari akronim negara-negara yang menjadi anggota sekaligus inisiatornya, yakni Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan.
Lantas muncul pertanyaan, jika Indonesia dan para negara sahabat di ASEAN bergabung dengan BRICS, apakah itu akan menggeser dominasi dolar AS (USD) di kawasan ini? Lebih jauh lagi, akankah terjadi dedolarisasi besar-besaran dalam ekosistem perdagangan internasional?
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE), Mohammad Faisal menilai, masuknya empat negara Asia Tenggara menjadi 13 mitra baru BRICS tidak serta-merta menghilangkan dominasi mata uang Amerika Serikat, sekalipun langkah dedolarisasi bisa dilakukan. Menurut dia, Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan, yang notabene inisiator BRICS sekalipun masih menggunakan USD saat melakukan perdagangan global.
Faisal memastikan, bertambahnya anggota baru juga tidak lantas membuat negara BRICS memakai mata uang non-USD, terutama di bidang ekspor dan impor.
“Di sini kan tidak lantas dipakai dalam perdagangan di negara-negara (BRICS). Jadi China, Russia, Brasil, India itu masih pakai dolar, jadi tidak serta-merta lantas tidak pakai dolar itu, jadi perlu dipahami oleh masyarakat itu,” ujar Faisal, Jumat (25/10/2024).
Sejumlah negara yang tergabung dalam BRICS memang berencana menggantikan dolar AS sebagai mata uang transaksi antarsesama mereka. Indonesia juga mulai menghilangkan ketergantungan mata uang Negeri Paman Sam dengan melakukan beberapa inisiatif strategis sebelumnya.
Faisal menilai, proses dedolarisasi dapat dimulai dengan membuat kesepakatan antara negara BRICS. Aksi local currency settlement (LCS) sudah ditunjukan Indonesia dengan beberapa negara mitra pada tahun lalu.
LCS sendiri merujuk pada penyelesaian transaksi bilateral antara dua negara yang dilakukan dalam mata uang masing-masing negara.
Pada 2023, Bank Indonesia dan Bank Sentral Korea Selatan (Korsel) menyepakati kerja sama perihal implementasi transaksi perdagangan dan investasi menggunakan mata uang lokal masing-masing kedua negara.
Saat itu, Indonesia telah menggagas diversifikasi penggunaan mata uang selain dolar AS untuk penyelesaian transaksi perdagangan dan investasi. “Nah tapi kalau mau berbicara masalah dedolarisasi itu kan ada mekanismenya,” tuturnya.
“Indonesia sudah lakukan kerja sama dengan beberapa negara saat ini, kita sudah lakukan dengan Thailand kita sudah lakukan dengan Malaysia, Korea, China, Jepang nah itu ada dua kesepakatan namanya local currency agreement atau local currency development,” kata dia.
(Ahmad Islamy Jamil)