Jakarta -
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menanggapi ramalan Dana Moneter Internasional (IMF) yang memangkas pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 dari 5,1% menjadi 4,7%. Hal itu imbas tarif resiprokal yang diterapkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Sri Mulyani mengatakan tarif Trump telah meningkatkan ketidakpastian yang langsung memukul dampak kepada kegiatan ekonomi semua negara di dunia, termasuk Indonesia. Terkait apakah pemerintah akan merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi 2025, ia menyebut akan terus memantau perkembangan dalam dua bulan ke depan.
"Dalam konteks ini dari mulai sekarang akhir April hingga Mei, Juni, masih ada dua bulan untuk kita terus mematangkan dampak dari kondisi global," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) secara virtual, Kamis (24/4/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagaimana diketahui, dalam Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 pemerintah memasang asumsi ekonomi 2025 bisa tumbuh 5,2%. Nantinya Kementerian Keuangan akan menyampaikan laporan semester I-2025 kepada DPR RI terkait perkembangan terkini, termasuk apakah akan mempengaruhi outlook dari pertumbuhan ekonomi atau tidak.
"Untuk itu kita juga akan lihat nanti apakah target atau asumsi dari pertumbuhan ekonomi 2025 sebesar 5,2% mengalami deviasi dan implikasinya," ucapnya.
Sri Mulyani berharap akan ada perkembangan positif selama penundaan 90 hari kebijakan tarif Trump. Terlebih pada saat yang sama pemerintah Indonesia sedang melakukan proses negosiasi dengan pemerintah AS.
"Tentu kita berharap dalam waktu-waktu pertemuan yang intens ini akan memberikan feedback yang positif kepada pemerintah AS sehingga kemudian mereka bisa menetapkan langkah-langkah yang tidak hanya berisiko kepada dunia, tetapi juga berisiko terhadap perekonomian AS sendiri," imbuhnya.
Sebagai informasi, IMF telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global dari 3,3% menjadi 2,8% pada 2025. Tidak hanya di Indonesia, proyeksi pertumbuhan ekonomi di berbagai negara juga dipangkas termasuk AS menjadi hanya sebesar 1,8%.
"Untuk Indonesia dikoreksi 4,7%, itu berarti koreksi sekitar 0,4%. Sedangkan negara-negara lain yang lebih tinggi intensitas perdagangannya, di Filipina koreksinya mencapai 0,6%, Thailand bahkan lebih dalam lagi yaitu 1,1%, Vietnam 0,9% dan Meksiko diperkirakan koreksinya dari pertumbuhan ekonominya mencapai 1,7%," beber Sri Mulyani.
Tonton juga Video: Danantara, Amunisi Pertumbuhan Ekonomi Era Prabowo
(aid/rrd)