Harga minyak mentah mencatat kenaikan untuk pekan ketiga berturut-turut, didorong oleh sanksi AS terhadap minyak Iran dan Venezuela.
Harga Minyak Mentah Catat Kenaikan Tiga Pekan Beruntun. (Foto: Freepik)
IDXChannel – Harga minyak mentah mencatat kenaikan untuk pekan ketiga berturut-turut, didorong oleh sanksi AS terhadap minyak Iran dan Venezuela yang menimbulkan kekhawatiran pasokan dalam jangka pendek.
Meski demikian, OPEC+ dijadwalkan mulai melonggarkan pemangkasan produksi pekan depan.
Sementara, pada Jumat (28/3/2025) lalu, harga minyak mentah turun karena kekhawatiran bahwa ketegangan perdagangan—terutama antara AS dan mitra dagang utamanya—dapat memicu resesi global.
Brent turun 1,10 persen menjadi USD72,54 per barel, sementara WTI melemah 1,30 persen ke USD69,05 per barel.
Penurunan ini terjadi seiring dengan pelemahan pasar saham Amerika Utara, yang tertekan oleh kebijakan tarif Trump yang berpotensi mendorong inflasi dan memperlambat perdagangan global.
Tarif tambahan dijadwalkan berlaku pada 2 April, yang oleh Trump disebut sebagai "Hari Pembebasan."
"Tidak ada gunanya menyimak spekulasi sebelum 2 April. Satu-satunya pilihan adalah menunggu hingga pembatasan perdagangan benar-benar diterapkan. Bahkan setelah itu, sulit bagi pasar untuk percaya bahwa keputusan ini akan bertahan lama," demikian mengutip analisis PVM Oil Associates.
Meskipun demikian, minyak masih mencatat kenaikan mingguan ketiga, dengan Brent naik 1,44 persen dan WTI menguat 0,99 persen dalam sepekan.
Beberapa kebijakan Trump justru mendukung harga minyak setelah pemerintah AS memberlakukan sanksi terhadap pembeli minyak Iran dan Venezuela.
Pemerintah AS juga menjatuhkan sanksi kepada kilang China yang mengimpor minyak Iran serta mengancam akan mengenakan tarif 25 persen terhadap negara yang membeli minyak dari Venezuela.
Data stok minyak mentah AS menunjukkan penurunan sebesar 3,3 juta barel, menandakan permintaan tetap kuat.
"Kami mendekati wilayah overbought secara teknikal. Namun, jika harga ditutup di atas rata-rata pergerakan jangka panjang secara berturut-turut, ada peluang kenaikan lebih lanjut pada kuartal kedua," kata analis StoneX, Alex Hodes, dalam catatannya.
Kuartal II-2025, ujar Hodes, diperkirakan lebih ketat dari perkiraan awal, dan jika ekspor minyak Iran atau Venezuela berkurang, itu akan menjadi sentimen bullish bagi pasar.
Sementara itu, tarif AS terhadap minyak Venezuela diperkirakan memperburuk penurunan produksi negara tersebut, sementara tekanan terhadap Iran semakin memperketat pasokan global. Pasar kini mencermati risiko geopolitik ini dan dampaknya terhadap harga minyak. (Aldo Fernando)